Tenaga Akademik Jangan Rangkap Jabatan Monday, 29 May 2017 02:52

Penampilannya sederhana. Gaya bicaranya santun dan kalem. Prof. Damriyasa, begitu sapaannya di lingkungan kampus Universitas Udayana, Denpasar. Itulah sosok sekilas Prof. Damriyasa, Alumnus Fakuktas Kedokteran Hewan Unair (1987).

Perjalanan karir Prof. Damriyasa cukup menarik. Misalnya, dia tercatat sebagai salah seorang perintis Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia, bersama pakar kedokteran hewan dari Unair, UGM, dan ITB.

Ikhwal bagaimana menjadi bagian almamater Unair, Damriyasa bertutur bahwa akses itu didapat saat Universitas Udayana membuka Program Studi Kedokteran Hewan. Lalu ada seleksi untuk pindah ke Universitas Airlangga. Dia salah seorang yang lolos seleksi untuk melanjutkan ke Fakuktas Kedokteran Hewan Unair.

Karirnya di Universitas Udayana (Unud) dimulai pada 2006 dengan menjabat sebagai dekan FKH Unud. Jabatan ini diemban hingga dua periode. Bahkan, di periode bersamaan (2010–2014) suami Ni Made Putri Suprianti Widariani ini juga menjabat sekretaris Senat Unud.

Pada 2012 dia terpilih sebagai ketua Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan Indonesia dan ketua Asosiasi Patobiologi Indonesia Cabang Bali. ”Pada 2013 saya terpilih dalam paket pemilihan rektor Unud sebagai pembantu rektor bidang akademik hingga sekarang,” tutur doktor lulusan Justus Liebig Universitat Giessen Jerman, ini.

Damriyasa juga tercatat sebagai alumnus program magister Program Studi Ilmu Kedokteran Dasar Unair 1993. Setelah lulus dari Unair, pria asal Desa Rendang Karangasem, ini dipanggil untuk mengabdi di Unud.

Dalam perjalanan karirnya di Unud, Damriyasa memiliki filosofi kerja bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan serius, fokus, dan tulus ikhlas. Kemudian dia dipercaya memangku jabatan pembantu Rektor I Unud. ”Bagi saya pribadi posisi ini bukan sebagai kejutan,” ungkapnya.

Untuk urusan akademis di universitas dia sudah cukup pengalaman. ”terutama dalam program-program dan pengambilan keputusan rektor saya selalu

terlibat. Buat saya, pekerjaan tidak harus menunggu perintah atasan,” ungkapnya.

Tentang bagaimana visinya di dunia kedokteran, Guru Besar Kedokteran Hewan yang sudah menerbitkan 12 jurnal ilmiah internasional ini menyatakan tidak  setuju posisi rangkap profesi.

”Sebaiknya dokter yang jadi dosen tidak buka praktik. Juga tidak rangkap jabatan lain. Ini agar pekerjaan kita fokus,” tandasnya.

Perlu Meniru Sistem di Jerman

Dedikasi yang tinggi di dunia pendidikan membuat Prof. Damriyasa selalu berpikir menemukan sistem yang lebih baik. ”Agar pendidikan di indonesia sejajar dengan negara-negara maju,” ujar pria kelahiran 31 Desember 1962 ini.

Menurut dia, sistem informasi yang baik akan mendorong perubahan. Misalnya, beban kerja dosen. Baik mengajar, penelitian, maupun pengabdian. Bukti penugasan, absen, dan lain-lain harus sudah bisa diakses secara online.

”Jadi, kuncinya benahi sistem. Kalau dulu kinerja dosen kan ditulis dan ditanda-tangani dekan. Dengan sistem online jelas lebih mudah, transparan, dan terkontrol,”tandasnya.

Dia mencontohkan sistem di Jerman. Di negara itu, penghasilan seseorang terlihat semua di sistem pajak dan keuangan. Hal itu mudah untuk mengontrol kekayaan orang.

Terkait isu-isu penyakit endemik seperti rabies dan flu burung, dia berpendapat dengan kondisi geografis Indonesia dan lalu lintas perdagangan ternak pintu masuk bukan hanya lewat pelabuhan resmi. ”Tapi, justru tradisional marak. Inilah tantangan pemberantasan penyakit endemik,”ujarnya.

Damriyasa menunjuk kasus rabies di Bali yang terbilang kejadian luar biasa (KLB). ”Hasil penelitian menemukan peran nelayan yang membawa anjing berpenyakit di Bali. Ini perlu perhatian serius,” ujarnya.

Namun, dirinya lebih respek pada aspek epidemilogis, yakni bagaimana penyakit masuk ke suatu daerah. Ahli parasitologi veterinir ini berpendapat, penanganan rabies di Bali ada dua hal. pertama, penanganan anjing liar dan vaksinasi. ”Apakah cara elimi-nasi anjing itu manusiawi? Di bidang kedokteran hewan dikenal animal walfare. Jadi,eliminasi menurut saya jalan akhir. lakukan dulu cara-cara pencegahan,” tandasnya.

Puji Iklim Akademik Unair, Riset Sangat Agresif

Lantas apa hal menarik yang paling berekesan selama menjadi mahasiswa Unair? Ditanya hal ini, dengan tersenyum, Damriyasa mengaku terkesan bagusnya ketika mahasiswa dengan dosen dan pegawai. ”iklim akademik di Unair itu kental sekali, saling menghargai dan kekeluargaan,” pujinya.

Di bidang akademik, penulis buku Neoporosis pada Sapi (2008) ini juga mengaku kagum dengan perkembangan Unair. ”sebagai almamater, saya lihat unair cukup agresif, khususnya dalam capaian akreditasi internasional,” pujinya.

Karena itu, dia optimistis, ambisi Unair masuk 500 perguruan tinggi terkemuka dunia sangat mungkin terwujud. ”Dengan agresivitas Unair, saya yakin itu bisa dicapai,” ungkapnya.

Penilaian itu bukan tanpa dasar. contohnya, sebut dia, fakultas kedokteran hewan mau mendirikan program spesialis, seperti kedokteran umum. ”saya lihat Unair sangat antusias untuk mewujudkan program spesialis itu,” tandasnya.

Selain itu, Unair punya catatan networking yang bagus dengan universitas-universitas terkemuka di luar negeri.

Indikator paling utama, kata dia, terkait produk riset. Jadi, seberapa banyak hasil riset yang menjadi referensi internasional. ”seberapa banyak hasil risetnya menjadi rujukan universitas-universitas di dunia. Di situlah ukurannya,” sambungnya.

Sebagai alumnus, dia punya saran untuk kemajuan Unair. Yang perlu menjadi perhatian ke depan adalah akademisi harus fokus pada talenta masing-masing. ”ini harus didukung juga fleksibilitas pengelolaan perguruan tinggi secara otonom,” tandasnya.

Artinya, jangan ada campur tangan politik ke pendidikan. ”Kalau politik masuk kampus, kualitas pendidikan akan terabaikan. itu harus dijaga kalau kita mau mempertahankan kualitas universitas,” ujarnya.

Ke depan dia juga ingin tak ada lagi disparitas dan kesenjangan antar perguruan tinggi di indonesia. Misal, perguruan tinggi di Papua mampu sejajar secara kualitas dengan perguruan tinggi yang sudah maju di Indonesia.

Sumber : Buku Jejak Langkah Ksatria Airlangga

Tags :