Pilih Jalan Pengabdian Demi Selamatkan Nyawa Masyarakat Kepulauan Thursday, 16 September 2021 02:09

Pemerataan layanan kesehatan masih menjadi masalah utama yang dialami negara maritim seperti Indonesia. Minimnya sarana dan prasarana layanan kesehatan di wilayah kepulauan, terutama di pulau kecil dan terpencil menjadi kendala bagi masyarakat setempat jika ingin berobat. Pernyataan tersebut dituturkan oleh dr. Agus Hariyanto, SpB, Direktur Rumah Sakit Ksatria Airlangga (RSTKA) ketika berbagi kisah tentang pengalaman pengabdiannya sebagai cikal bakal lahirnya RSTKA. Sejak awal menjadi dokter, Agus sudah tertarik mengabdi di daerah terpencil. Usai lulus dari Fakultas Kedokteran UNAIR, ia bersama dua orang temannya mendapat tugas menjadi dokter PTT (pegawai tidak tetap) di Maluku, tepatnya di daerah Werinama, Seram Bagian Timur. Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai dokter PTT, Agus bekerja di sebuah klinik kesehatan di Ambon. “Saat itu saya menjadi satu-satunya dokter umum yang menangani banyak pasien dengan berbagai masalah kesehatan. Tuntutan itu yang menyebabkan saya harus lebih banyak berfikir dan mencoba memberi solusi yang terbaik bagi masyarakat,” paparnya. Agus menuturkan saat itu dirinya dihadapkan pada dua pilihan.

Yakni memilih membiarkan pasien meninggal di depan mata atau melakukan sesuatu untuk menolong pasien. Kemudian Agus memilih untuk bertahan dan melakukan sesuatu untuk pasien yang membutuhkan uluran tangannya. “Saat itulah saya punya cita-cita. Saya bilang sama Tuhan di tepi pantai. Tuhan, andaikan saya boleh pegang pisau (pisau bedah, Red), betapa banyak yang bisa saya perbuat. Andaikan saya menjadi dokter bedah, betapa banyak masyarakat yang dapat tertolong,” kenang Agus.

Ia pun kembali ke Surabaya untuk mengambil studi spesialis bedah umum di UNAIR. Usai menyelesaikan studi spesialis, jiwa pengabdiannya kembali terpanggil. Agus memilih ‘pulang’ ke Maluku melanjutkan misi kemanusiaan sebagai dokter bedah. Niat baik Agus rupanya mendapat dukungan penuh dari rekan sejawat yang juga tertarik untuk mengikuti jejaknya di jalan pengabdian. Mereka kemudian membentuk komunitas relawan kesehatan bernama Sailing Medical Service (SMS) di RSUD Telehu Maluku. “Saya bersyukur dikaruniakan sahabat baik yang terpanggil juga melakukan pelayanan di pulau-pulau terpencil. Kemudian kita buat organisasi namanya Sailing Medical Service (SMS) pelayanan kesehatan bahari di Maluku. Kita berlayar ke hampir seluruh penjuru Maluku membawa alat, tim, dan sebagainya, supaya bisa melakukan tindakan operasi di pulau mereka,” jelasnya.

Demi pengabdiannya, Agus harus rela tinggal jauh dari keluarga dalam kurun waktu cukup lama. Kendati demikian, keluarga Agus tetap mendukung penuh tugas dan keputusannya menjadi relawan kesehatan.

Gagas Rumah Sakit Terapung

Gagas Rumah Sakit Terapung Delapan tahun bertugas di wilayah Indonesia Timur membuat Agus paham betul betapa minimnya pelayanan kesehatan pada masyarakat pesisir dan perbatasan. Berangkat dari keterbatasan fasilitas serta kompleksitas problem kesehatan yang dialami masyarakat Maluku, Agus bercitacita kelak dapat memiliki kapal yang memadai untuk melanjutkan misi pengabdian bersama rekan-rekannya. Agus mengatakan bahwa gagasannya untuk membuat kapal sempat ia diskusikan bersama menteri kesehatan pada tahun 2007. Dirinya berharap pemerintah dapat memberi perhatian lebih pada masalah kesehatan masyarakat di pulau-pulau. Menurutnya, masalah itu berkembang dari ketidaktersediaan layanan kesehatan yang memadai. Sulitnya akses layanan kesehatan menyebabkan penyakit yang diderita sebagian masyarakat tidak tertangani dengan baik.

“Harus ada solusi yang komprehensif dari pemerintah. Paling tidak pemerintah harus mengubah paradigma pelayanan kesehatan yang berbasis kontinental menjadi berbasis maritim. Karena ini kan negara maritim. Paling tidak ada perhatian lebih untuk masyarakat maritim,” terangnya. “Sebab, selama ini masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil apabila sakit hanya bisa menunggu kematian. Karena jauh sekali dengan rumah sakit atau pusat layanan kesehatan,” imbuhnya.

Setelah menunggu kepastian selama bertahun-tahun dari pemerintah, impian Agus akan dukungan pengadaan kapal dari pemerintah belum juga terealisasi. Tak patah semangat, dirinya mencoba jalan lain. Melalui acara Simposium Adventure and Remote Medicine (ARMED) pada 2016 silam, Agus bersama rekan-rekannya sesama alumni UNAIR sepakat untuk mendirikan RSTKA.

Meski sempat terkendala oleh minimnya dana, hal itu tak menyurutkan niat Agus dan kawan-kawan untuk segera merampungkan proyek RSTKA. Berbekal keyakinan dan ketulusan untuk mewujudkan ekspedisi kemanusiaan, proyek RSTKA kemudian mendapat dukungan moril serta materiil dari berbagai pihak, di antaranya dari alumni, universitas (UNAIR), serta yayasan. Akhirnya pada 9 September 2017, kapal pinisi sepanjang 27 meter dan lebar 7,2 meter itu resmi berlayar untuk menjalankan misi kesehatan kali pertama. Selama dua tahun berlayar, RSTKA telah singgah di empat puluh dua pulau, menangani lebih dari empat ribu pasien, dan lebih dari lima ratus tindakan operasi.

Hadirnya RSTKA seolah menjadi oase bagi masyarakat kepulauan. Agus menyebutkan bahwa kesuksesan misi RSTKA tak terlepas dari dukungan dan bantuan dari semua pihak. Meski RSTKA disebut-sebut sebagai pelopor rumah sakit terapung di Indonesia, Agus menekankan bahwa tujuan utama dari proyek RSTKA adalah murni untuk menolong masyarakat. “Bagi kami tidak penting siapa yang pertama melakukan, karena yang terpenting adalah masyarakat tertolong,” tuturnya. Kini RSTKA mendapat respon positif dari masyarakat serta pemerintah. Hadirnya RSTKA juga telah mendorong kementerian perhubungan untuk menghibahkan dua kapal untuk Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Penambahan armada tersebut diharapkan mampu memperluas jangkauan layanan kesehatan bagi masyarakat kepulauan.

“Ibaratnya, ini adalah perpanjangan tangan Tuhan untuk masyarakat di pulau-pulau. Maka dari itu kami tidak boleh takabur. Kami harus menjaga kesucian dan kekudusan kapal (RSTKA, Red) supaya Tuhan tidak enggan berdiam diri di kapal ini. Selalu ada Tuhan di kapal kita,” ungkap Agus. Konsep pelayanan berbasis maritim, lanjut Agus, harus didudukkan bersama. Dirinya mengundang siapapun untuk berbagi kasih sayang dengan mendukung program RSTKA agar masyarakat terpencil dapat merasakan layanan kesehatan yang layak sebagaimana di kota. Dirinya juga meminta agar pemerintah lebih proaktif dan serius dalam menindaklanjuti pelayanan kesehatan di pulau-pulau.

Profil Singkat

Nama: dr. Agus Harianto, SpB.

Jenis kelamin: Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir: Jember, 31 Agustus 1966

Alamat kantor: Jl. Pahlawan No. 1 Tulehu Ambon Riwayat

Pendidikan: 

- S1 Kedokteran Universitas Airlangga (1985-1993)

- Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah Universitas Airlangga (1998-2005) Riwayat Pekerja

- Dokter umum di Rumah Sakit ReksoWaluyo Mojokerto, Jawa Timur (1993-1994)

- Dokter umum di Puskesmas Werinama Maluku Tengah (1994-1996)

- Dokter Bedah di Rumah Sakit Masohi Maluku Tengah (2005)

- Dokter Bedah di Rumah Sakit Umum Tulehu Ambon (Sailing Medical Service) (2006-2016)

- Direktur Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (2016-sekarang)

 

Tags :