Dari Industri Penyiaran ke Industri Kesehatan Wednesday, 03 August 2022 02:06

Keinginan untuk belajar sesuatu yang dapat membuat perubahan secara luas, tidak hanya di dalam negeri, tapi juga di luar negeri. Adalah ungkapan seorang Chrisma A. Albandjar, S.Sos, MM., MA., Komisaris Kimia Farma, ketika memilih jurusan Hubungan Internasional di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga. Pada saat itu, dirinya percaya jika kuliah di hubungan internasional mampu memberi bekal dirinya untuk memahami kejadian dan perubahan kondisi ekonomi dan politik global.

Chrisma sapaan akrabnya, memilih HI UNAIR sebagai pilihannya, karena HI UNAIR terbukti menjadi jurusan yang unggul di Indonesia. Ditambah Kota Surabaya yang merupakan kota terbesar kedua di Indonesia, mempunyai beberapa konsulat jenderal negara-negara besar yang tersebar di Surabaya. Hal ini penting sebagai tempat belajar untuk memahami Hubungan Internasional.

Selama berkuliah, Chrisma menyukai beberapa mata kuliah di HI UNAIR. seperti Organisasi Internasional, Ekonomi dan Politik Internasional, Politik Luar Negeri, Analisis Hubungan Internasional yang diajarkan oleh Pak Basis, Pak Djoko, Pak Adjar, dan Pak Makmur. Selain aktif di kelas, Chrisma juga aktif di luar kelas seperti mengikuti UKM Basket dan terlibat beberapa kepanitian seperti Fisip Open Air serta Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional Indonesia. dari kegiatan ini, Chrisma dapat belajar melakukan manajemen waktu yang benar-benar efisien.

Awal Mengenal Industri Penyiaran

Tidak seperti mahasiswa kebanyakan, Chrisma sudah aktif bekerja ketika masih kuliah. Dia bekerja di SCTV Surabaya sebagai penerjemah ϐilm. Pekerjaan itu bisa dilakukannya ketika malam hari, karena siang dia harus kuliah. Di hari libur kerja, Chrisma bisa kuliah full dari pagi hingga malam, dan juga latihan basket atau menjalankan kegiatan organisasi sosial.

menurut Chrisma, manajemen waktu adalah kunci keberhasilan dalam menyelesaikan semua tugasnya secara paralel. Saat masa skripsi, Chrisma kembali ke Jakarta, dan bergabung dengan Liputan6 pusat di Jakarta. Meski demikian, Chrisma tidak lupa tugas utamanya sebagai mahasiswa. Dia terus berkomunikasi dengan Pak Makmur Keliat, dosen pembimbing skripsinya yang membantunya menulis tentang ekonomi politik internasional.

“Kebetulan, beliau juga sering ke Jakarta, maka menjadi mudah bagi saya untuk menyelesaikan skripsi saya walaupun saya juga harus bekerja,” ungkapnya. Bagi Chrisma, menjadi jurnalis adalah cara paling cepat untuk belajar di lapangan dan mengenal banyak orang. Pelajaran yang dia dapati di FISIP UNAIR menjadi bekal ilmu awal dalam melaksanakan pekerjaannya.

Namun, setelah beberapa tahun menjadi jurnalis dan berdiskusi dengan banyak orang, Chrisma merasa perlu untuk memperkuat kemampuannya secara keilmuan. Dalam hal ini, ilmu ekonomi dan manajemen menjadi pilihannya. Maka dengan ketetapan hati yang kuat, Chrisma mengambil S2 di Prasetiya Mulya, sekolah bisnis terbaik di Jakarta, dan mendapatkan gelar MM. 

Disini Chrisma belajar, dengan memahami lebih jauh mengenai manajemen dan bisnis, dapat membantunya untuk bekerja kembali di media dan menjadi produser, pembawa acara dan berita yang bertema ekonomi dengan lebih dalam dan tajam. Setelah lebih dari 7 tahun bekerja di industri penyiaran, Chrisma merasa ingin memahami lebih jauh untuk dapat membuat televisimenjadi agen perubahan, terutama ketika melihat bahwa pengaruh televisi sangat tinggi dalam mengubah perilaku penonton. Karena itu, Chrisma akhirnya mengambil beasiswa untuk sekolah lagi tentang broadcasting di Amerika Serikat.

Chrisma bersekolah di San Francisco State University dan mendapat gelar Master of Arts in Radio and Television. Dia menulis mengenai program televisi untuk perubahan sosial di Indonesia. Ada kesan tak terlupakan oleh Chrisma selama belajar di Amerika. Yakni ketika terjadi musibah serangan teroris September 11 tahun 2001.

Walau dirinya bukan muslim, tapi dia berusaha untuk menjelaskan di beberapa sekolah lokal, bahwa Islam itu tidak sama dengan teroris, terutama karena Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar. “Saya memperkenalkan Indonesia di tengah masyarakat yang sedang mencari tahu tentang Islam dan Indonesia. Di situ saya merasa bahwa dimanapun, kita dapat menjadi “duta besar” tanpa menjadi Duta Besar,” kenang Chrisma.

 

Sekembalinya Chrisma dari Amerika, dia bekerja di industri satelit dan DPR sebagai staf ahli untuk bidang telekomunikasi, komunikasi dan media, dimana dia belajar mengenai pembentukan kebijakan yang merupakan faktor penting dalam perubahan kehidupan bermasyarakat. Chrisma juga belajar negosiasi dengan pihak lain termasuk negara lain termasuk slot satelit dan pembentukan kebijakan.

Sejak itu, Chrisma banyak terlibat dalam berbagai kebijakan tentang industri. Chrisma juga mulai menjajaki kerja di beberapa perusahaan multinasional di bidang Kesehatan dan IT sebagai Direktur yang menangani kebijakan dan komunikasi eksternal. Tahun 2015 Chrisma bekerja untuk pemerintah di Kantor Staf Presiden, membantu Pak Teten Masduki, dan terlibat dalam pembentukan kebijakan kunci yang mendorong perubahan di Indonesia.

“Tidak ada ilmu saya yang sia-sia, semua yang saya pelajari. Saya mempraktekan semuanya, dengan integritas,” ujarnya dengan penuh semangat.

Beralih Ke Industri Kesehatan 

Setelah malang melintang di industri penyiaran, Chrisma sekarang aktif menekuni industri kesehatan. Dia mengaku awalnya sempat ditunjuk sebagai komisaris untuk mengawasi jalannya usaha Kimia Farma oleh pemegang saham berdasarkan pengalaman saya di industri farmasi dan juga manajemen.

PT. Kimia Farma, menurut Chrisma, adalah perusahaan farmasi BUMN terbesar yang memiliki usaha dari hulu ke hilir dalam bidang Kesehatan. Usahanya tidak saja di Indonesia, tapi juga di negara lain. Untuk mampu bersaing dengan perusahaan kesehatan lain, baik di dalam maupun luar negeri, Kimia Farma harus mampu memperkuat daya saingnya seperti kemampuan R&D, produksi, dan juga pelayanan.

Berdasarkan pengalamannya di perusahaan farmasi multinasional, Chrisma diminta untuk mendorong Kimia Farma untuk dapat menjadi perusahaan farmasi Indonesia yang merambah ke internasional dan menjadi perusahaan farmasi multinasional dari Indonesia.

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita lakukan, namun Chrisma selalu optimis hal ini bisa terjadi. Indonesia memiliki banyak potensi, namun yang penting adalah realisasi potensi tersebut. “Terakhir saya ingin berkata, Indonesia memiliki semua ingredients untuk menjadi negara yang besar, maju dan berdaya saing global, tinggal bagaimana kita mau mengimplementasikannya dengan professional,” tutup Chrisma.

Sumber : Jejak Langkah Ksatria Airlangga Edisi V

 

Tags :