UNAIR NEWS – Mahasiswa Pengobat Tradisional (Battra) UNAIR melakukan sosialisasi pencegahan stunting di puskesmas Gading, Kecamatan Tambaksari Surabaya pada Kamis dan Jumat (16-17/2/2023). Mahasiswa tersebut yakni Fadlila Ilmi Zarkasi dan Impian Delillah Jazmine.
Di bawah bimbingan alumni UNAIR Muhammad Chairul Ramadhan SKes yang juga bekerja di Poli Battra Puskesmas Gading. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak yang ditandai dengan tinggi dan berat badan di bawah standar baku. Dalam prosesnya, kegiatan dimulai dengan pijat tuina lalu dilanjutkan stimulasi motorik dan sensorik.
Pijat Tuina
Dihadapan 46 ibu dan anak stunting, Impian menjelaskan pijat tuina ialah teknik pijat yang digunakan untuk menangani penurunan nafsu makan pada bayi dan anak. “Gerakan pijat ini bertujuan untuk melancarkan peredaran darah di limpa dan pencernaan sehingga meningkatkan nafsu makan dan penyerapan nutrisi,” ujarnya.
Ia mengatakan prosedur itu memadukan penekanan pada titik akupunktur tertentu sehingga merangsang aliran energi pada meridian tubuh. Dalam hal itu, pijatan hanya 8 gerakan yang berfokus pada genggaman dan sentuhan.
Dengan mengusap ibu jari sebanyak 300 kali, lalu memutar bantalan telapak tangan, kemudian memutar kembali telapak tangan, lalu menekan titik Hegu (titik yang terletak di antara pangkal ibu jari dan jari telunjuk, tepat di area otot). Selanjutnya menekan bantalan jari, dan rotasi pusar. Kemudian usap sisi perut bagian kanan dan kiri bersamaan, lalu pada kaki di titik zu san li (titik akupresur di kaki bagian bawah). Gerakan terakhir pijat punggung anak dengan menekan ringan pada bagian tulang punggungnya dari atas ke bawah sebanyak 3 kali. Lalu cubit bagian kulitnya di bagian kiri dan kanan tulang ekor lalu menjalar ke bagian atas sebanyak 3-5 kali.
Menurutnya estimasi pijatan hanya membutuhkan waktu 3 menit. Lalu ia menegaskan harus dilakukan 1 kali dalam sehari selama 6 hari berturut-turut. Artinya tidak boleh ada jeda.
“Pijatan ini untuk anak 6 bulan hingga 10 tahun. Jadi ketika anak tidak suka makan sayur dan nasi, pijat ini bisa untuk menuntaskan masalah tersebut. Terlepas dari itu, pijatan ini juga berfungsi untuk membangun bonding antara anak dan ibu,’’ imbuh mahasiswa Battra itu.
Stimulasi Motorik dan Sensorik
Selanjutnya, pihaknya menjelaskan dengan stimulasi sensorik bisa mendukung perkembangan bahasa, pertumbuhan kognitif dan keterampilan pemecahan masalah. Ada banyak ide permainan untuk merangsang sensorik anak. Salah satunya yakni permainan tekstur bubble berupa mutiara, pasir-pasiran yang dicetak (magic sand), dan bola duri.
Sementara pada stimulasi motorik untuk usia 6-9 bulan yakni dengan gerakan tummy time (mengayunkan), maju mundur, dan circle time dengan bantuan gym ball. Untuk bayi 1 tahun dikenalkan senam otak seperti misalnya menggambar dengan dua tangan.
“Dengan menyentuh beragam tekstur yang berbeda artinya anak-anak juga akan terbiasa dengan berbagai tekstur makanan yang akan masuk di mulut. Oleh sebab itu, stimulasi motorik dan sensorik menjadi sangat penting ,’’ ujar Chairul alumni UNAIR itu.
Di akhir Chairul berpesan selama ini yang digembar-gemborkan hanya konsumsi makanan kaya protein hewani untuk mengatasi stunting. Padahal jika penyerapan nutrisi anak tidak sempurna maka makanan yang dikonsumsi juga tidak dapat diolah dengan baik.
“Saya berharap dengan dikenalkannya pijat tuina dan stimulasi sensorik motorik, bisa mendorong percepatan asupan nutrisi,’’ tegasnya.
Penulis: Viradyah Lulut Santosa
Editor: Khefti al Mawalia
Sumber : unair.ac.id/cegah-stunting-mahasiswa-unair-kenalkan-pijat-tuina