Dedikasikan Diri pada itian Alzheimer oeri Paman Sam Monday, 26 June 2023 16:02

Amerika Serikat tentu bukanlah negara yang dekat dan mudah untuk meraih sebuah cita-cita. American Dream yang diidamkan jutaan orang di dunia pastilah menghadirkan tantangan luar biasa berat bagi mereka yang ingin menapaki salah satu tangga kesuksesan. Namun asa itulah yang membawa seorang perempuan asal Nusa Tenggara Barat untuk terbang begitu jauh, mengejar mimpinya di negeri Paman Sam.

Adalah Evhy Apryani, alumni Fakultas Fanmasi (FF) Universitas Airlangga (UNAIR) yang dengan senang hati menceritakan bagaimana sepak terjangnya menjadi seorang medical staff dan research fellow di salah satu institusi medis ternama dunia, Harvard Medical School.

Terbang ke Negeri Paman Sam sejak tahun 2020, Evhy meraih posisi tersebut dengan usaha dan hasil yang cukup luar biasa. Perempuan kelahiran NTB 7 April 1985 itu setidaknya diterima empat kampus ternama AS. Harvard Medical School pun akhirnya ia pilih sebagai pelabuhan tempatnya bekerja dan melanjutkan — studi post-doctoral. Tidak hanya pekerjaan biasa, Evhy diamanahi untuk memegang tiga project besar yang salah satunya berusaha meneliti freatment bagi penderita Alzheimer.

 

Dari Penelitian ke Penelitian

Kecintaan Evhy terhadap dunia penelitian tidak muncul begitu saja. Hasrat itu berawal saat dirinya masih mengenyam pendidikan di FF UNAIR. Evhy bercerita bagaimana kala itu ia banyak didukung untuk mengikuti lomba, penelitian, hingga konferensi. Tentunya dukungan itu datang dari para dosen dan lingkungan akademik FF UNAIR. “Aku sangat berterima kasih. Farmasi UNAIR kala itu sangat suportif, memberikan bimbingan, pendanaan, sampai pendampingan di lomba dan konferensi di internal maupun eksternal UNAIR,” kenang peneliti yang telah menelurkan 13 publikasi internasional tersebut.

ini setelah benar-benar terjun di dunia penelitian, Evhy baru merasakan bagaimana berartinya ilmu yang ia dapat di FF UNAIR dahulu. Baginya, ilmu-ilmu dasar yang ia dapat dahulu ternyata saat berguna saat ia dituntut untuk meneliti penyakit Alzheimer di Harvard Medical School.

Bagi Evhy, penelitian sebenarnya bukan hal yang mudah. Prosesnya bahkan bisa membuat — peneliti mengalami overwhelming hingga stres. Hasilnya pun tidak akan selalu sesuai ekspektasi. Namun sangat mungkin pula riset menjadi ground breaking yang menjadi jembatan terbukanya penemuan-penemuan baru. Tantangan dan lika-liku proses penelitian itulah yang membuat Evhy jatuh cinta dengan dunia yang seringkali orang lain anggap begitu sulit.

Tidak — mengherankan — jika kegiatan di penelitian itulah yang membuatnya bertemu dengan salah satu dosen asal Malaysia di sebuah konferensi. Mendengar penelitian yang Evhy lakukan selama S1, ia pun berkesempatan diundang dosen tersebut untuk mempresentasikan hasil penelitiannya di Thailand. Kesempatan itulah yang kemudian membawanya mengarungi tahapan baru kehidupan di Malaysia dan China.

 

Studi di Luar Negeri hingga Ikuti Ajang Putri Indonesia

Menikmati setiap proses selalu menjadi motivasi Evhy dalam berjuang dan mengatasi tantangan. Namun siapa sangka, motivasi tersebut membawanya untuk melanjutkan studi S2 Bidang Physiology di Universiti Putra Malaysia pada tahun 2007.

Pada masa-masa inilah, Evhy juga mendapat kesempatan untuk mewakili daerahnya, NTB, dalam ajang Miss Indonesia 2006 dan Putri Indonesia 2008. Peraih penghargaan Putri Intelegensia itu mengungkapkan bagaimana saat itu ia harus mampu mewakili dan memperkenalkan potensi daerahnya yang kala itu belum banyak dikenal. Berhasil membawa nama baik NTB dan dihadiahi beasiswa pendidikan, namun Evhy lebih memilih untuk melanjutkan studinya di Malaysia.

Usai mengejar ilmu di Malaysia, Evhy pun mulai mengarungi perjalanan karimya pada beberapa pekerjaan. Mulai dari staf peneliti di Institute of Tropical Disease (ITD) UNAIR hingga dosen sekaligus peneliti di Surya University Tangerang dan Biomedical Engineering International University Liaison Indonesia. Saat bekerja di ITD, Evhy pun pernah tergabung dalam joint research sebagai Assistant Research for Japan International — Cooperation Agency Project.

Memulai karir dengan cukup cemerlang, Evhy tidak lantas berpuas diri. Pada tahun 2015, ia memutuskan melanjutkan studi S3. Dari sekian banyak opsi yang ada, Evhy akhirnya melabuhkan pilihannya pada School of Pharmacy Shanghai Jiao Tong University, Tiongkok.

“Banyak yang berpikir penelitian dari China kurang bagus. Padahal beberapa tahun ini, China lebih produktif dan funding mereka lebih besar dibanding AS. Disana pun aku mendapat kesempatan untuk belajar juga bekerja sebagai study director,” jelas peraih International Student Excellent Award, Shanghai Jiaotong University itu.

Selain itu, Evhy pun mendapat berbagai penawaran yang menggiurkan. Mulai dari global offer untuk studi Post-Doctoral di Peking University hingga study director. Namun meski Evhy telah berencana menetap, ternyata takdir membawa Evhy menuju salah satu institusi riset dan pendidikan terbesar di dunia, Harvard Medical School.

 

Dipercaya Teliti Alzheimer

“Saat itu China sedang lockdown. Akhirnya, aku berusaha apply kerja di beberapa institusi di AS. Aku mencoba Stanford University, University of California, Michigan University, dan Harvard Medical School. Syukurnya, aku ternyata diterima di semua universitas itu. Dari situlah aku mulai melakukan berbagai projek penelitian yang cukup besar,” cerita Evhy yang telah menetap di Boston AS sejak Desember 2020 itu.

Kini setelah hampir satu tahun bekerja sebagai Mass Eye and Ear research fellow di HMS, Evhy telah mencatatkan pencapaian luar biasa. Ia diamanahi untuk memegang beberapa projek penelitian, di mana salah satunya adalah penelitian skala besar tentang penyakit Alzheimer yang berkolaborasi dengan perusahaan biofarmasi ternama dunia, Curevac.

“Aku berfokus melakukan screening hingga meneliti mutasi genetik pada pasien alzheimer, selain itu aku juga sedang on going projek meneliti medical need untuk mata dan vascularaging" jelas perempuan yang juga menjalankan studi Post-Doctoral di Harvard itu.

Evhy menyalurkan — seluruh kemampuan dan dedikasinya dalam penelitian tersebut. Apalagi penelitian itu memiliki funding yang luar biasa besar, melibatkan banyak pihak, dan kelak ditujukan untuk kebutuhan industri dalam pengembangan obat Alzheimer.

Posisi dan kegiatannya di HMS tersebutlah yang kemudian membuat Evhy bermimpi lebih jauh untuk masa depannya. Ia ingin mewujudkan bigger goal agar kelak memiliki posisi akademis di HMS. “Tentunya perjalananku masih sangat panjang untuk meraih itu. Aku juga berusaha terbuka pada berbagai opsi lain entah eksplorasi di dunia akademik maupun industri,” ungkap perempuan yang menyukai olahraga wall climbing, tenis, squash, dan fiee diving itu.

Melihat majunya ekosistem penelitian di AS, Evhy pun berharap hal sama juga dapat segera terwujud di Indonesia. Ia sendiri melihat bahwa penelitian di Indonesia belum well-fnding dengan arah penelitian yang belum tertata. Meski begitu, Evhy sendiri tidak menampik bahwa dirinya akan sangat senang jika di masa depan ia mendapat tawaran untuk kembali ke Indonesia.

Melalui prestasi, perjalanan, dan lika-liku karirnya itu, Evhy meyakini bahwa setiap proses, apapun bentuknya, adalah sebuah pelajaran yang bisa dipetik. Dari seorang anak kuliahan di Indonesia lalu meniti karir dan studi di Malaysia, Tiongkok, hingga AS, Evhy menyadari bahwa mindset, kemampuan komunikasi, dan kemauan untuk berjuang menjadi modal sangat penting yang berguna di manapun kita berada.

Sumber :  Jejak Langkah Ksatria Airlangga Edisi VI

 

Tags :