Lulusan Politik Bukan Penghalang Jalani Berbagai Profesi Lain Thursday, 06 July 2023 13:10

 

Bagi Alim Nor Faizin., S.IP., M.Si., dapat berkuliah di Universitas Airlangga (UNAIR) adalah hal yang dia cita-citakan sejak dahulu. Alim juga merasa bangga karena berhasil menyelesaikan pendidikan dan menjadi salah satu alumni program studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNAIR.

 

Sempat Dicemooh Tetangga Karena Ingin Kuliah

Alim menuturkan bahwa dia sempat tidak percaya jika dia dapat diterima berkuliah di UNAIR. Terlebih, lanjut Alim, dulu program penerimaan mahasiswa hanya melalui alur tes. Orang tuanya juga sempat dicemooh oleh tetangga karena menganggap bahwa cita-cita Alim terlalu tinggi.

“Saat itu, saya bukan dari keluarga yang mampu tetapi saya memang memiliki cita-cita yang tinggi untuk bisa berkuliah. Diluar dugaan hasilnya saya diterima di UNAIR dimana menurut banyak orang UNAIR adalah kampus yang sangat didambakan,” ceritanya.

Ingin berubah menjadi orang yang lebih baik merupakan salah satu alasan Alim memilih UNAIR sebagai tempat dia menimba ilmu. Menurut Alim, nama Airlangga yang diidentikkan dengan Raja Airlangga — dapat memberikan spirit perjuangan baginya.

Anggapan bahwa berkuliah itu membutuhkan biaya yang mahal berhasil dipatahkan oleh Alim. Dia mengatakan bahwa biaya kuliah di UNAIR dulu sebesar 400.000 rupiah tetapi uang yang dibayarkan tersebut akan kembali ke mahasiswa dengan berbagai cara, di antaranya melalui kuliah lapangan dan beasiswa.

Memperoleh nilai A adalah satu kesulitan yang dihadapi Alim saat awal kuliah. Bisa jadi, sambungnya, dalam satu kelas tidak ada satupun yang berhasil memperoleh nilai A. Hal itu bukan karena ketidakmampuan mahasiswa namun memang karena dosen pengajar yang sangat selektif.

“Saya pernah mendapat tugas untuk menulis makalah dengan jumlah minimal 40 halaman dan minimal 10 rujukan buku. Pengalaman teman yang ketahuan melakukan plagiat pekerjaan kakak tingkat langsung mendapat nilai E, jadi bisa dibayangkan betapa ketatnya kuliah di UNAIR,” jelasnya.

Tidak hanya itu, Alim juga mengungkapkan jika dari 30 orang yang diterima pada program studi Ilmu Politik, hanya 14 orang yang berhasil menyelesaikan pendidikan hingga lulus. Sisanya harus di drop out (DO) karena tidak memenuhi syarat administrasi akademik kampus. Sehingga, menurut Alim berkuliah di UNAIR memang tidak mudah.

“Dulu memang saya sempat merasa tidak percaya diri karena saya berangkat dari desa, tetapi dengan spirit Airlangga saya mulai membangkitkan motivasi semangat hingga akhirnya saya mampu berperan aktif dalam berbagai macam organisasi,” tegasnya.

 

Aktif Mengikuti Kegiatan Hingga 10 Organisasi

Semasa kuliah, Alim aktif mengikuti berbagai kegiatan organisasi baik di dalam kampus maupun organisasi luar kampus. Jika dijumlah, ada 10 organisasi yang dia ikuti. Beberapa di antaranya yakni himpunan mahasiswa program studi (Himaprodi), pernah menjabat sebagai menteri luar negeri BEM FISIP UNAIR, dan pernah berada pada posisi kedua saat mencalonkan sebagai presiden BEM UNAIR.

Alim juga pernah menjadi koordinator dalam acara diskusi lorong dimana salah satu pembicara yang berhasil diundang adalah dosen dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Dinamakan diskusi lorong, sambungnya, karena acara diskusi dilaksanakan di lorong FISIPUNAIR.

Pengalaman lain yang mengesankan bagi Alim yaitu pernah menjalin kerja sama dengan lembaga Jerman bernama Friedrich Ebert Stiftung dan Friedricdh Naumann Stiftung. Hasil dari kerja sama tersebut, para mahasiswa mendapat bantuan berupa dana untuk menyelenggarakan seminar dan bantuan berupa buku dalam jumlah yang tidak sedikit.

“Saya pernah mendatangkan ketua Mantigi III Jamaah Islamiyah yakni Nasir Abbas. Saat itu, saya yang tergabung dalam Himaprodi bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk mendatangkan beliau dengan penjagaan yang ketat,” tambah Alim pada Selasa (03/08/21).

Hasil dari banyaknya aktivitas yang diikuti Alim termasuk juga menjadi enumerator di The Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP) dapat membantu dia untuk membiayai kuliah secara mandiri. Dia merasa bersyukur karena setidaknya dia dapat mengurangi beban orang tua yang juga harus membiayai kuliah kakaknya.

 

Tidak Hanya Bekerja Dalam Bidang Politik

Sebelum lulus kuliah Alim telah banyak berinteraksi dengan senior dan masyarakat sehingga setelah lulus dia langsung aktif mengerjakan berbagai riset di JPIP dan pendampingan program one stop service (OSS). Adapun pendampingan program OSS tersebut dilaksanakan di Kota Probolinggo dan Kabupaten Pasuruan yang bekerja sama dengan — Lembaga Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil Surabaya (PUPUK).

“Pasca riset dan pendampingan, saya daftar pegawai negeri sipil (PNS) pada tahun 2005 dan diangkat pada tahun 2006,” ujarnya. Karena Alim seorang lulusan jurusan politik, maka pertama kali bekerja sebagai PNS dia ditempatkan di kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol). Saat itu, dia juga bekerja di kantor Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu). Seiring berjalannya waktu, Alim menyadari bahwa lulusan politik tidak harus bekerja dalam bidang yang sama. Buktinya, dia pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) akuntansi keuangan daerah di Universitas Indonesia dan berhasil memperoleh juara pertama dalamdiklat tersebut.

Tidak hanya itu, Alim juga pernah menjadi Kepala Seksi Sarana Prasarana (Kasi Sarpras) di Dinas Pendidikan Ponorogo selama tiga tahun. Pekerjaan tersebut tentu bertolak belakang dengan bidang politik. Terlebih, seseorang yang berada pada jabatan tersebut harus paham mengenai bangunan secara detail.

“Yang ingin saya tekankan, meskipun seseorang berkuliah di jurusan sosial politik ternyata ketika bekerja tidak harus selalu hanya pada bidang tersebut. Apapun yang kita pelajari saat kuliah tentu akan sangat berarti di dunia kerja,” jelasnya.

Saat ini, Alim menduduki jabatan sebagai Kepala Seksi Hubungan Masyarakat (Kasi Humas) di Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Ponorogo. Kesibukannya berkaitan dengan cara melakukan sosialisasi tentang program pemerintah daerah kepada masyarakat, menjalin kerja sama dengan media dan lain-lain.

“Intinya, humas bekerja untuk membuat masyarakat paham, menjadi penyambung antara pemerintah — dengan masyarakat maupun masyarakat dengan pengambil kebijakan yang ada di daerah,” ucap Alim. Terakhir, Alim berharap UNAIR tetap pada rel perjuangannya untuk mendidik manusia dengan akhlak. Karena selama hidup di dunia, hal yang dibutuhkan tidak hanya mengembangkan ilmu pengetahuan tetapi juga perlu berbuat baik kepada manusia lainnya.

“Saya yakin, dengan kedewasaan yang semakin besar, UNAIR akan selalu menerapkan Tri Dharma Perguruan Tinggi dimana kita harus ada untuk masyarakat,” tutup alumnus kelahiran 1980 itu.

 

 Sumber :  Jejak Langkah Ksatria Airlangga Edisi VI

Tags :