Terpilih menjadi rektor selama tiga periode karena prestasi Wednesday, 12 July 2023 09:56

Sebagai salah satu perguruan tinggi terbaik, Universitas Airlangga telah berhasil — mencetak — banyak putra-putri terbaik bangsa yang berkiprah di berbagai bidang, termasuk halnya pendidikan. Di antara putra-putri terbaik tersebut, terdapat nama Dr. dr. Sukadiono, MM.

Suko, begitu ia kerap disapa, merupakan alumnus Fakultas Kedokteran (FK) UNAIR tahun 1987 yang saat ini menjabat sebagai rektor di Universitas — Muhammadiyah — (UM) Surabaya.

Sebagai orang yang berkiprah dalam bidang pendidikan juga kesehatan, Suko mengaku bahwa semula dirinya tidak tertarik untuk menjadi dokter. Selepas SMA, ia justru berniat melanjutkan pendidikan ke salah satu Fakultas Teknik di Institut Teknologi Bandung (ITB).

“Tapi bapak bilang, “jangan masuk teknik, mbok ya milih kedokteran”, karena kakak saya yang ketiga kuliah di Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS),” kata Suko.

Anak bungsu dari lima bersaudara ini lantas memilih FK UNAIR pada pilihan pertama dan Fakultas Teknik ITB sebagai pilihan kedua. Namun, ia akhirnya diterima di pilihan pertama.

 

Aktif Berkegiatan di Organisasi Ekstra Kampus

Menjadi mahasiswa FK UNAIR, menurut Suko adalah pengalaman yang luar biasa. Terlebih lagi dengan adanya profesor-profesor yang berpengalaman dan rumah sakit pendidikan yang besar, sehingga para mahasiswa berkesempatan untuk mengenal berbagai penyakit.

Dengan fasilitas pendidikan yang sedemikian rupa, para mahasiswa FK UNAIR tidak hanya matang secara teori, tetapi juga keterampilan. “Apalagi pada masa preklinik, kita mulai diajak ke rumah sakit untuk persiapan dokter muda, sehingga tidak kaget,” sambung Suko.

Suko mengungkapkan, selain menjalani pendidikan dokter, ia juga terlibat aktif dalam organisasi ekstra kampus, yakni kelompok remaja masjid di Masjid Jenderal Sudirman yang ada di Jalan Dharmawangsa dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Sementara itu, di kampus ia pernah menjadi anggota organisasi Pengajian Ilmiah Agama Islam (PIAI).

Keterlibatannya menjadi salah satu anggota IPM terus berlanjut hingga Suko, menjalani masa preklinik. Bahkan, ia sempat dipercaya untuk menjadi pengurus wilayah Jawa Timur.

 

Memilih untuk Berkerja Di Rumah Sakit Swasta

Namun, tidak seperti kebanyakan temannya yang menjadi dokter Program Tidak Tetap (PTT), setelah lulus dari FK UNAIR pada tahun 1992, Suko justru memilih bekerja di swasta.

Lelaki asal kota santri, Jombang, ini mulai berpraktik sebagai dokter poliklinik pada tahun 1998 di Universitas Putra Bangsa, Kebumen. Di samping itu, Suko juga dipercaya untuk menjadi manajer klinik di Klinik Cita Husada yang terletak di Jalan Kedung Asem, Surabaya.

Selama menjadi dokter poliklinik dan manajer klinik, Suko pernah mengalami berbagai peristiwa menarik. Salah satunya, ketika ia mendapat kunjungan dari pasien pada waktu Subuh. Saat itu, lelaki berkacamata ini harus menyuntikkan amiocilin. Akan tetapi, dirinya meminta waktu untuk shalat terlebih dulu. Tidak lama kemudian, pasien meninggal dunia.

“Secara teori, kalau semisal pasien disuntik dengan amiocilin dan kemudian meninggal dunia, saya bisa dituduh melakukan malpraktik,” tutur lelaki kelahiran Desember 1968 itu.

Peristiwa yang tidak jauh berbeda juga pernah dialami oleh Suko saat sedang melakukan praktik di Kedungasem. Kala itu, datang pasien yang menderita kanker payudara. Ia pun segera memeriksa pasien. Karena kondisi pasien yang sudah semakin parah dan mencapai stadium lanjut, dia diminta untuk memberikan analgesik atau obat penghilang rasa nyeri.

“Tapi, saya ndak berani nyuntik karena kondisi pasien tersebut sudah parah. Tidak lama setelah itu, pasien meninggal dunia. Nah, dari dua kejadian itu, saya seperti diselamatkan oleh Allah SWT, sehingga terhindar dari tindakan

malapraktik,” kenang ayah tiga anak ini.

Suko melanjutkan, selain rumah sakit swasta dan klinik, dirinya juga pernah ditugaskan menjadi dokter di balai pengobatan islam yang ada di komplek prostitusi di daerah Kremil.

“Yang berbeda, biasanya pasien-pasien perempuan kalau mau diperiksa oleh dokter kan merasa malu. Kalau di sana, tanpa diperintah sudah mau,” ujar Suko sambil tertawa kecil.

 

Ditarik Ke Rumah Sakit Milik Muhammadiyah

Dengan pengalaman yang dimilikinya selama berkiprah di Muhammadiyah, Suko lantas dipercaya untuk menjadi Direktur Akademi Keperawatan UM Surabaya pada tahun 2001.

“Jadi saya memang tidak terlalu lama praktik karena sejak tahun 2002 lebih fokus untuk mengurus manajemen pendididikan di Akademi Keperawatan UMS hingga tahun 2005 sekaligus menjadi direktur RS Muhammadiyah Surabaya hingga tahun 2013,” terang Suko.

Kemudian, pada tahun 2005, Suko juga dipercaya menjadi dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UM Surabaya. Amanah tersebut ja emban hingga tahun 2012. “Baru pada tahun 2012 saya dipercaya sebagai rektor dan 2013 full mengurus UM sampai dengan saat ini,” imbuhnya.

Dalam sejarah UM Surabaya, Suko merupakan rektor kelima yang memiliki masa jabatan paling lama. Terhitung sejak tahun 2012, tahun ini adalah kali ketiganya menjabat rektor.

Selama belasan tahun memimpin institusi Muhammadiyah, lelaki berusia 53 tahun itu selalu berupaya memberikan tinggalan. Misalnya saja, saat dirinya masih menjadi direktur RS Muhammadiyah. Pada waktu itu, Suko mencanangkan renovasi untuk bangunan lama


Prinsip yang sama juga diterapkan saat ia dipercaya untuk memimpin UM Surabaya. Pada periode awal kepemimpinan- nya, Suko mencanangkan pendirian fakultas kedokteran yang sekarang sudah memiliki dua program studi, yakni pendidikan dokter serta profesi dokter.

“Hal ini adalah tinggalan yang fenomenal karena sebelumnya UM hanya perguruan tinggi swasta di Surabaya yang kecil. Tidak semua bisa mendirikan FK. Sejak ada FK branding kampus jadi meningkat dan masyarakat — memandang — kami memiliki kualitas,” tambahnya.

Selain fakultas kedokteran, Suko juga mengusulkan pembangunan At-Tauhid Tower, yakni gedung setinggi 13 lantai yang menjadi simbol keteguhan sivitas akademika UM Surabaya.

“Waktu itu, belum ada bangunan yang setinggi ini. Masih jadi bangunan tertinggi untuk perguruan tinggi di Surabaya. Tapi, di samping fasilitas, kualitas dalam bidang akademik juga tetap kita utamakan, seperti beberapa prodi yang sudah terakreditasi A,” tegas Suko.


Jangan Hanya Menjadi Mahasiswa Kutu Buku

Ditanya seputar keberhasilannya dalam bidang pendidikan, Suko membeberkan bahwa untuk sampai di titik ini, seseorang harus memiliki kemampuan manajerial dan leadership.

Dua kemampuan tersebut, bisa didapatkan dari berbagai kegiatan. Oleh karena itu, Suko menyarankan agar mahasiswa tidak terlalu fokus pada perkuliahan atau menjadi kutu buku saja, tetapi juga mengikuti kegiatan-kegiatan baik di luar maupun di dalam kampus.

“Jadi kita bisa belajar beradaptasi dan berkomunikasi dengan orang lain. Ini semua tidak ada di ruang kuliah. Kalau kita hanya menjadi kutu buku, belum tentu saat lulus kita siap terjun di masyarakat. Secara teori mungkin kita pintar, tetapi saat berhadapan dengan orang, bisa saja teori yang dipelajari hilang. Apalagi jika tidak dibekali keilmuan,” jelasnya.

Penggemar klub sepak bola Persebaya ini juga berpesan kepada para mahasiswa agar bangga dimanapun mereka berkuliah. Dengan begitu, akan muncul rasa saling memiliki.

“Selain itu, kita harus istigomah dan bekerja keras. Saya kira itu sudah aksioma ya? Orang yang mau bekerja keras, InshaAllah sukses,” pungkas penggemar berat Persebaya itu.


Sumber :  Jejak Langkah Ksatria Airlangga Edisi VI

Tags :