Mencintai dunia sejarah Thursday, 20 July 2023 14:58

 

 

 

"Sejarah manusia adalah sejarah sepatu. Sejarah tentang tempat dimana ia pernah berpijak dan menjejak"

 

Akhmad Ryan Pratama lahir di Surabaya, 20 Agustus 1989. Laki-laki yang menggemari mata pelajaran sejarah sejak bangku sekolah menengah atas tersebut memulai pendidikan di Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR) pada tahun 2007.

Kala itu, Ryan panggilan akrabnya mengaku sangat bangga dapat diterima sebagai mahasiswa UNAIR. Mengingat ke belakang, pada saat itu alasannya untuk berkuliah di UNAIR karena Surabaya adalah kampung halaman mbahnya serta sosialisasi  PMDK prestasi yang masuk di SMA-nya yaitu SMA N 1 Balikpapan, Kalimantan Timur. Maret 2012, Ryan berhasil menyelesaikan pendidikannya dengan meraih predikat lulusan terbaik dari fakultasnya.Semasa menjadi mahasiswa, Ryan

menuturkan bahwa dirinya tertarik dengan mata kuliah sejarah perkotaan. Karena pada saat itu sudah ada kolaborasi riset antara dosen, mahasiswa dan beberapa institusi di luar negeri.

“Dosen-dosen di UNAIR mengajak serta mahasiswa untuk mengikuti atmosfer bagaimana seminar internasional dan melaksanakan projek-projek penelitian yang berkolaborasi dengan perguruan tinggi di luar negeri. Jadi sudah dilibatkan sejak semester 4, 5 dan 6 yang kemudian terasa sangat menyenangkanbahwa ternyata daripada kuliah dan duduk — di ruang kelas yang membosankan, berinteraksi dengan intelektual dari luar negeri dan intelektual antar universitas di dalam negeri jauh lebih menyenangkan,” ungkap Ryan.

Meski demikian, Ryan tetap menyempatkan — waktunya — untuk mengembangkan diri melalui kegiatan ekstra kampus dan organisasi. Semasa berkuliah, Ryan aktif di Himpunan Mahasiswa Departemen, Badan Legislatif — Mahasiswa dan BEM Universitas. Menurutnya, organisasi sangat mendukung diri — dalam mengembangkan interpersonal skill dan public speaking. “Hingga akhirnya saya  dapat mengaktualisasikan diri untuk bisa belajar bermasyarakat, berorganisasi dan membagi waktu dengan dunia akademik,” ujar Ryan.

Selain itu, tambahnya, Ryan juga aktif mengikuti Ikatan Himpunan Mahasiswa Sejarah Seluruh Indonesia (IKAHIMPSI) sebagai peluang untuk — mengenal teman-teman mahasiswa ilmu sejarah di seluruh Indonesia. Sehingga pada waktu luang, lanjutnya, bisa menyempatkan hadir dan berkeliling Indonesia, menyapa untuk memperluas perspektif dan melihat jejaring itu penting setelah lulus dari bangku kuliah.

 

Komunitas Timur Lawu

Komunitas ini baru didirikan pada tanggal 16 Agustus 2015. “Ini merupakan sebuah kristalisasi pencarian jawaban atas munculnya fenomena-fenomena rusaknya berbagai cagar budaya dan lingkungan di Jawa Timur,” ujarnya. Akhirnya, komunitas ini pun mengusung visi menjaga kelestarian alam dan budaya yang ada di Indonesia untuk masa depan yang lebih baik. Selain itu, misi komunitas ini jalah menanamkan benih-benih kesadaran untuk melestarikan lingkungan, baik alam maupun budaya yang terkandung di dalamnya.

Hebatnya, baru sekitar 3 tahun komunitas ini berdiri, Komunitas Timur Lawu telah mencatatkan namanya di dalam kementerian Pendidikan Republik Indonesia sebagai salah satu komunitas kesejarah yang menerima dana hibah Fasilitasi Komunitas Kesejarahan Tahun 2018.

Melalui kerja kerasnya, Ryan sebagai Direktur Utama komunitas ini banyak mengadakan kegiatan diskusi, penulisan, lawatan sejarah, advokasi, penelitian ilmiah, dan penerbitan tulisan secara online. Banyak kegiatan dari Komunitas Timur Lawu ini yang tidak membebankan biaya pada para peserta, alias gratis.

Ryan berharap, dengan adanya komunitas ini, mereka mampu mengajak para pemuda meningkatkan rasa kesadaran atas lingkungan — dan — kebudayaan. “Sehingga akan memupuk rasa ikut memiliki yang menjadi salah satu elemen paling mendasar dalam melestarikan lingkungan — dan budaya,” imbuhnya.

 

Aktivis Lingkungan

Ryan mengungkapkan bahwa kajian utamanya adalah sejarah lingkungan. Melalui tesis yang ia tulis mengenai eksploitasi hutan, ditujukannya untuk memberikan sebuah perspektif dasar bagaimana ternyata pengelolaan hutan dan eksploitasi alam di Indonesia secara fakta sejarah tidak berkesinambungan.

Berkat bantuan dana riset dari Norwegia, Ryan dapat melihat secara scientific bahwa alam Indonesia di eksploitasi secara masif dan masyarakat kalangan bawah tetap terkurung dalam kemiskinan struktural.

“Berbagai macam kegagalan pembangunan selalu berdampak serius pada masyarakat kecil yang tidak memiliki posisi politik dan ekonomi yang kuat,” ujar Ryan.

Lebih — lanjut, — pemuda — yang mengidolakan sosok Ignasius Jonan itu juga mengkaji terkait perubahan ekologi di Teluk Balikpapan termasuk pencemaran. Selain itu, tambahnya, ia juga mendampingi masyarakat untuk mendapatkan keadilan ekologi — akibat — pencemaran — dan pengrusakan yang diakibatkan oleh perusahaan dan korporasi besar.

“Jadi riset-riset saya ini ditujukan untuk bisa merubah mindset bahwa ternyata sebenarnya yang merusak paling besar adalah korporasi besar,” tandasnya.

 

Menjadi Dosen dan Peneliti

Ryan menuturkan bahwa sejak dari bangku SMA ia sudah berniat untuk berkarir sebagai peneliti. Pada awalnya, dosen bukanlah target yang ia canangkan. Ryan berkeinginan menjadi peneliti dilembaga-lembaga independen seperti LIPI. Namun, setelah S2 dan menjadi dosen luar biasa di Ciputra, aktivitas riset dan menulisnya semakin meningkat hingga akhirnya menjadi dosen di Universitas Negeri Jember.

“Pada filosofisnya — saya — memang menyenangi kegiatan-kegiatan — yang bersifat riset akademik ilmiah daripada stay di kantor yang tidak pernah turun ke lapangan. Hobi membaca dan rasa ingin tahu kepada hal-hal yang belum diketahui menjadi salah satu motivasi saya memilih menjadi peneliti dalam hal ini dengan jalan menjadi dosen,” jelas Ryan.

 

Sumber :  Jejak Langkah Ksatria Airlangga Edisi VI

Tags :