Rekayasa Protein untuk Pabrik Pupuk Monday, 24 July 2017 06:50

Dua pabrik pupuk besar sangat mungkin segera menggunakan hasil penelitian Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si. Dosen Kimia Fakultas Sains & Teknologi, Unair, itu telah berhasil mengembangkan rekayasa protein, khususnya enzim.

Rekayasa protein atau lazim disebut protein engineering adalah aplikasi ilmu teknik pada proses pengembangan protein. Output penelitian yang lebih mengarah pada industri hulu itu direspons PT Pupuk Kaltim untuk dikembangkan

dalam produknya. Dalam waktu dekat –terhitung sejak tulisan ini dibuat– BUMN

penghasil pupuk itu akan menandatangani naskah kerja sama atas aplikasi penelitian tersebut.

PT Petrosida di Gresik juga tertarik hasil penelitian itu. Anak perusahaan PT Petrokokimia itu menilai hasil penelitian Nyoman cocok diaplikasikan dalam produknya untuk mengoptimalkan hasil tanaman.

Melakukan penelitian merupakan obsesi Nyoman sejak kecil. Karena itu, meski kegiatannya menumpuk sebagai dosen dan direktur pendidikan, dia tetap aktif melakukan penelitian. Bahkan, perempuan berjilbab yang menyelesaikan S-3 di IPB Bogor (2000–2004) itu juga melakukan kerjasama penelitian dengan universitas di Osaka Jepang, Belanda, dan Malaysia. Ibu dua anak itu mulai berkutat dengan penelitian sejak menjadi staf pengajar di almamaternya pada 1986. Awalnya hanya berstatus honorer. Setahun kemudian naik menjadi CPNS, dan tahun berikutnya sudah PNS.

Sebagai dosen dia harus menambah ilmu. Untuk itu, anak ketiga dari empat bersaudara tersebut melanjutkan S-2 ke ITB Bandung di bidang bio kimia (1992–1994). Ada hal yang mengubah jalan hidupnya ketika berada di Bandung. Anak pertamanya yang juga diajak ke Bandung dimasukkan ke sekolah Islam yang menerapkan sistem full day school. Meski beragama Hindu Bali, dia sama sekali tak berpikir tentang perbedaan agama ketika memasukkan anaknya ke sekolah tersebut. Dia hanya menilai bahwa sekolah itu baik. 

Dari sinilah proses komunikasi dengan anak tentang sekolah, terutama dalam hal agama, mulai intens. Suatu ketika anaknya ditanya gurunya, bagaimana orang tuanya beribadah. Sang anak bercerita apa adanya. Dialog itu diceritakan kepada Nyoman, ibunya. Tampaknya melalui anak pertamanya itu Nyoman mendapat hidayah dari Allah. Pada 1993 dia masuk Islam. Pada musim haji 2016 nenek satu cucu itu menunaikan rukun Islam yang kelima ke Tanah Suci.

Nyoman dibesarkan di Bali. Usai menamatkan SMAN III Denpasar pada 1982, dia masuk Unair. Padahal, teman-temannya lebih banyak memilih ITB. pertimbangannya, adik-adik ayahnya banyak yang kuliah di Unair.

Nyoman memilih Fakultas Matematika dan IPA (MIPA) yang saat itu belum menjadi Fakultas Sains dan Teknologi. Dia memilih program studi kimia, bidang yang disukainya sejak kecil.

Dengan latar belakang keluarga pedagang, hari-hari Nyoman kala kuliah hampir tak pernah mengalami masa sulit. Meski menjadi yatim sejak berusia tujuh tahun, dia tetap menjalani keseharian dengan enjoy.

Dia juga tak kesulitan di Surabaya karena keluarganya punya rumah di Dharmahusada VI. Tapi, dia memilih tinggal di asrama mahasiswa Ikanita. setelah beberapa lama tinggal di asrama, dia baru pindah ke Dharmahusada. Dia mulai berwirausaha. Rumah yang cukup besar itu dipakai sebagai tempat kos mahasiswa. Hasil kos-kosan digunakan untuk biaya kuliah dan hidup sehari-hari.

Sikap Nyoman yang ramah dan sabar membuat penghuni kos kerasan. Tak sedikit mantan penghuni kos yang kini menjadi orang sukses. Antara lain, menjadi dokter. Bahkan, salah seorang mantan penghuni kos kini menjadi pemilik rumah tersebut setelah membelinya dari Nyoman.

Berlari Menaikkan Peringkat Unair

Sebagai direktur pendidikan, Nyoman menilai, tantangan Unair untuk masuk peringkat 500 perguruan tinggi dunia pada 2020 cukup berat. Tapi, dia optimistis cita-cita itu bakal terwujud.

Unair yang kini masuk peringkat 700 harus mampu menaikkannya hanya dalam waktu empat tahun. Dalam waktu yang relatif singkat itu, negara lain juga melakukan hal yang sama.  

Karena itu, Unair harus melakukan loncatan ekstrem. Berbagai program sudah berjalan cukup baik. Tapi, pengertian berjalan itu dirasa belum cukup. terutama, terkait waktu yang relatif singkat itu.

Seluruh elemen civitas akademika harus ’’berlari’’ dan bahu-membahu. Kalau perlu, harus dilakukan secara estafet. Mulai mahasiswa, dosen, unsur pimpinan, hingga para alumni. Alumni merupakan salah satu unsur penting. sebab, keterlibatan dan perannya memberikan poin 40 persen dari total penilaian ranking.

Sumber : Buku Jejak Langkah Ksatria Airlangga

Tags :