Sehari Cabut 70 Gigi, Syok Temukan 10 Siswi Hamil Monday, 14 August 2017 02:53

Menjadi dokter di kawasan kepulauan tidaklah mudah. Tetapi, kecintaannya kepada sesama mengantarkan Drg. Zahrotur Riyad Istikamah pada profesinya. Dia menjadi dokter gigi di Puskesmas Galang, Pulau Galang, Kota Batam.

Berkat didikasinya pula Drg. Zahrotur menuai banyak prestasi. Pertama, dia menjadi dokter teladan tingkat provinsi Kepulauan Riau. Kedua, dokter teladan tingkat nasional tahun 2016.

Zahro, panggilan akrab Drg. Zahrotur Riyad, mengawali karir sebagai dokter gigi dengan menjalani masa pengabdian tidak tetap (PTT) pada 2006 di puskesmas Belakang padang, Kota Batam. Setahun berselang, Zahro ditugaskan menjadi dokter

gigi di Puskesmas Tanjung Sengkuang selama dua tahun.

Tak butuh waktu lama, Zahro kemudian diangkat menjadi pegawai negeri sipil, yakni pada tahun 2010. Dia ditugaskan di Puskesmas Galang, Pulau Galang. Sebuah puskesmas yang memiliki wilayah kerja 140 pulau. Jumlah pulau yang berpenghuni mencapai 40 pulau.

Berbekal keinginan memberikan yang terbaik kepada masyarakat, Zahro menjalani tugasnya dengan tulus. Misalnya, dua kali seminggu, bersama rekan-rekannya yang tergabung pada Puskesmas Galang, dia mengunjungi penduduk-penduduk yang bermukim di pulau-pulau itu.

Maklum saja, sarana transportasi yang terbilang mahal membuat masyarakat pulau, atau biasa dikenal dengan masyarakat hinterland, jarang memeriksakan kesehatan.

“Pulau itu, meski termasuk dalam kawasan kerja puskesmas Galang, lokasinya terbilang jauh. Menuju ke pulau itu memerlukan waktu dua jam menggunakan perahu pancung,” urainya.

Minimnya transportasi membuat masyarakat pulau terisolasi. Keluar dari pulau, Zahro menyebut hanya dua jalan, menumpang perahu pancung yang hilir mudik ke pulau-pulau atau menyewa. “Untuk menyewa perahu pancung, harus siap dana Rp 1,5 juta”, ceritanya.

Ada pengalaman mendebarkan yang pernah dialami Zahro. Ketika dia melakukan kunjungan, tiba-tiba mesin perahu mati. Perahu terombang-ambing di tengah laut. Padahal, ombak tengah tinggi-tingginya. “Untung saja kerusakan itu bisa diperbaiki dan kami melanjutkan perjalanan kembali,” kenang Zahro.

“Tiadanya sarana transportasi umum benar-benar menjadi penghalang bagi masyarakat pulau untuk mendapatkan layanan kesehatan. Masyarakat harus nebeng atau menyewa perahu pancung sendiri. Dan itu tak murah lho,” jelasnya sambil menerawang.

Karena itu, saat tim dari Puskesmas Galang berkunjung, warga memanfaatkannya. “Bahkan pernah saya sampai mencabut gigi 70 pasien dalam satu hari kunjungan,” katanya.

Di sisi lain, minimnya ketersediaan sarana berobat tak jarang membuat Zahro dan tim Puskesmas Pulau Galang harus memberikan layanan kesehatan di mana saja. Baginya yang terpenting adalah memberikan kesehatan gigi dan mulut untuk masyarakat di pulau-pulau tertinggal itu. Mulai di bawah pohon, warung, saung, hingga emperan rumah pun tak jarang menjadi lokasi pemberian layanan kesehatan.

Keterbatasan itu pula yang kadang membuatnya harus menghadapi beberapa kasus mendebarkan. Salah satunya saat berkunjung ke Pulau Petong. Saat itu dia mendapati pasien ibu paro baya dengan gigi yang sudah rusak semua. Karena tidak ada tindakan lain, dia mencabut tiga gigi si ibu tersebut. Nah, yang membuat Zahro ketakutan, setelah giginya dicabut, ibu itu pingsan.

Masyarakat menuduhnya menjadi penyebab. “Masyarakat sampai bilang, ini pasti gara-gara cabut gigi,” ujar Zahro. Tentu saja Zahro ketakutan. Apa lagi, denyut nadi ibu itu sempat hilang. Bayangannya waktu itu, dia akan masuk penjara. Kalau itu terjadi, dia tidak bisa membayangkan nasib anak-anaknya yang masih kecil.

Tapi beruntung, setelah mendapat pertolongan dokter umum, lambat laun denyut nadinya muncul. Kesadaran ibu itu kembali pulih. Bahkan, saat tersadar, si ibu tersebut langsung memeluk Zahro.

“Hal ini memberikan pengalaman baru bagi saya. Jangan sampai meniadakan prosedur standar dalam pemberian layanan kesehatan,” tegas Zahro.

Staf Ahli PIKKR

Selain sebagai dokter gigi di puskesmas Pulau Galang, Zahro menjadi staf ahli  Pusat Informasi dan Kegiatan Kesehatan Reproduksi (PIKKR) sejak 2010. Sebagai konselor, dia memberikan penyuluhan tentang pencegahan narkoba dan kesehatan reproduksi remaja.

Suatu ketika timnya diundang untuk memeriksa kesehatan reproduksi wanita di sekolah menengah atas di Pulau Galang. “Usai pemeriksaan saya tak percaya dengan hasilnya. Sungguh di luar dugaan saya,” ungkap wanita yang juga menjabat direktur Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (NU) Kepulauan Riau ini. Dia mendapati 10 siswi yang hamil dengan usia kehamilan 2-5 bulan. Karena syok, dia mencoba berkomunikasi untuk mengetahui penyebabnya.

Jawaban yang diberikan siswi-siswi tersebut makin membuatnya terpukul. “Mereka tidak melakukannya dengan teman sebaya. Banyak juga yang menjawab karena diberi ponsel atau uang,” terang Zahro.

Dari situ dia menyadari bahwa harus ada solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan. Dia menganggap pemeriksaan hanyalah memberikan penghakiman tanpa memberikan solusi.

Ternyata seks bebas bagi warga pulau bukanlah hal tabu. Banyak yang melakukannya di usia muda. Seks bebas tak ubahnya narkoba. Bukan hanya itu. Dia pernah menemukan seorang siswi sekolah pendidikan menengah “rela” berhubungan seks dengan pria yang berusia lebih dari 60 tahun hanya karena diiming-imingi ponsel baru.

Karena itu, dia memanfaatkan pengalaman saat bergabung dalam lembaga motivasi Ulul Albab, yang didirikan bersama rekan-rekannya saat di Unair. Hasil telaahnya semakin menyadari bahwa kompleksitas permasalahan remaja di kawasan pulau tidak semudah yang dibayangkannya.

“Banyak sekali. Dari judi, minimnya pengawasan orang tua, kurangnya perhatian masyarakat, dan beberapa permasalahan lain,” jelas istri Ahmad Khalis Tontowi, pria asal Madura itu.

Ikon Gerakan Revolusi Mental

Selain mendapat penghargaan sebagai dokter teladan tingkat provinsi dan nasional 2016, Zahro juga meraih penghargaan dari Tupperware lewat program She Can! Award tahun 2015.

Zahro juga mendapat penghargaan ibu berprestasi 2015 kategori kesehatan dari HIPMI Peduli Kepri. Penghargaan lain adalah Perempuan Inspiratif NOVA 2014 kategori kesehatan, Ikon Gerakan Revolusi Mental Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan tahun 2016 bidang etos kerja, dan Nominator UNESCO Prize for Girl’s and Women’s Education 2016.

Kini kerja keras Zahro tak lagi sia-sia. Perjuangannya membuahkan hasil. Dia membeberkan, dalam data tahun 2014 ditemukan 39 persalinan dan 36 kehamilan remaja kurang dari 18 tahun. Data tahun 2015 menunjukkan perubahan signifikan. Data tahun 2015 menunjukkan 22 kehamilan dan 22 persalinan remaja dengan usia kurang dari 18 tahun.

“Alhamdulillah, untuk tahun 2016, semester pertama ini ditemukan 14 persalinan dan 14 kehamilan untuk remaja usia di bawah 18 tahun, ”ujarnya.

Keberhasilan itu, menurut Zahro, menjadi tanggung jawab besar baginya dan rekan-rekan. “Apalagi data yang saya sebutkan tadi hanya untuk Pulau Galang dan sekitarnya. Belum Kota Batam secara keseluruhan,” ungkap ibunda Adila Ulfia Maula Tontowi, Safaraz Abdala Rusdan Tontowi, dan Nayra Azkia Mechana Tontowi ini.

Mengembalikan Roh Idealisme Mahasiswa

Menurut Zahro, permasalahan mendasar yang harus segera dibenahi Unair adalah arah dan tujuan. Menurut dia, saat ini Unair tengah kehilangan jati diri.

Materi kini menjadi penguasa di salah satu universitas tua di Indonesia. sementara idealisme malah menghilang dari benak mahasiswa.

“Maaf, tapi saya harus bicara jujur. unair saat ini berbeda dengan saat saya masih di sana,” keluh Zahro.

Tak hanya itu, ia melihat idealisme mahasiswa mulai luntur. Dia berpandangan bahwa mahasiswa adalah agent of change. Masyarakat, bangsa, dan negara membutuhkan keberadaan mahasiswa. “Tapi apa yang terjadi sekarang? Mahasiswa justru mulai meninggalkan masyarakat,” tutur Zahro.

Pengalaman tidak mengenakkan pernah dialami saat berkunjung ke kampus tempatnya menimba ilmu dulu. Dia tak lagi merasakan kedekatan mahasiswa kepada masyarakat.

Kesan “dingin” yang dirasakan saat bertemu para junior membuatnya menarik simpulan bahwa mahasiswa sekarang telah mengambil jarak dengan sesama.

Pendidikan yang ada saat ini, lanjut Zahro, bukanlah pendidikan yang memihak masyarakat. Hal ini juga terjadi di Unair.  

“Roh mahasiswa menghilang di Unair,” keluhnya lagi. Dia mengusulkan untuk mengembalikan “roh” seperti sedia kala, tridarma perguruan tinggi harus dikembalikan lagi.

Sumber : Buku Jejak Langkah Ksatria Airlangga

Tags :