Puskemas Kini Kehilangan Jati Diri Monday, 25 September 2017 03:30

Muchaiyan, SKM, sejatinya asli Gresik, tetangga bagian barat Surabaya. Dia lahir di Bumi Giri alias Kota Pudak, Gresik, itu 48 tahun silam. Meski demikian, perjalanan panjang Muchaiyan sebagai PNS (pegawai negeri sipil) dimulai dari Bumi Borneo. Dia melamar jadi pegawai negeri di Provinsi Kalimantan Timur. ”Di Dinas Kesehatan Kota Samarinda,” tuturnya.

Di Samarinda inilah Muchaiyan memulai karir sebagai CPNS. Gajinya Rp 77.000 pada tanggal 1 Maret 1991. ”Saya ditempatkan sebagai staf di seksi P2M selaku pengelola program P2 Malaria dan DBD,” kenangnya.

Menurut dia, banyak pengalaman menarik selama bertugas. Mulai bermalam di daerah transmigrasi untuk kegiatan pemberantasan penyakit malaria maupun melakukan kegiatan fogging di wilayah kota yang terdapat kasus DBD (demam berdarah dengue).

Pada 1995 dia dimutasi di staf seksi pencegahan dan pengendalian penyakit dengan kegiatan surveilans dan imunisasi.

Bukan hanya karir. Perjalanan Muchaiyan sebagai kepala rumah tangga alias suami juga dimulai di Kota Samarinda. Dia menikah dengan Endria T.K. pada 6 September 1992.

Saat ini dia dikarunai 3 (tiga) anak. Masing-masing Muhammad Ryan Rifa’i An-Naufal (PT PLN Regional Maluku dan Papua), Inas Aulia Rifa’i Ramadhani (kuliah STAN Malang), dan Raihan Muhammad Rifa’i Ath-Thoriq (kelas 11 SMA Negeri 5 Madiun).

Baru pada Agustus 1996, Muchaiyan dan keluarga mengusulkan pindah tugas ke Kota Madiun. Dia minta ditempatkan di Dinas Kesehatan Kota Madiun.

Pada 1996–1998 dia bertugas sebagai staf di seksi pelayanan kesehatan. Pada 1998–2013 bertugas di seksi P2M. ”Selama bertugas sebagai staf di seksi P2M, saya lebih mendalami kegiatan surveillans, penanganan KLB, penanggulangan penyakit menular mulai malaria, TB, pneumonia, dan diare,” ujarnya.

Kegiatan lain yang menarik minat Muchaiyan selama menjadi kepala seksi P2M adalah penanggulangan HIV-AIDS, pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS Kota Madiun, serta kegiatan yang melibatkan lintas sektor sampai ke LSM.

”Itu yang membuat saya harus bertemu dengan orang-orang yang berbeda karakter, pendidikan, dan latar belakang,” katanya.

Kegiatan Jumantik I RT I kader juga merupakan kegiatan fenomenal pada saat itu, dengan bertambahnya kader jumantik kasus DBD yang semula 78,1‰ (2009) menjadi 4,4‰ (2011). ”Sejak 6 Juni 2013 – sekarang saya diberi amanah sebagai kepala Puskesmas Manguharjo,” katanya.

Selama dipimpin Muchaiyan, beberapa prestasi berhasil diraih puskesmas. Misalnya, mengantarkan UPTD Puskesmas Manguharjo sebagai ”calon” puskesmas terakreditasi (penilaian akreditasi dilaksanakan pada 10-12 Oktober 2016).

Selain itu, dia menjadi tenaga kesehatan di Puskesmas Tingkat Nasional Kategori Kesehatan Masyarakat 2016. Dia juga mengantarkan UPTD puskesmas Manguharjo menjadi Juara 2 Puskesmas Berprestasi Tingkat Kota Madiun pada 2014 dan juara 3 pada 2015. Berikutnya, Puskesmas Manguharjo menjadi Puskesmas Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dengan status BLUD penuh pada 2014.

Di luar yang terkait dengan puskesmas, Muchaiyan mengaku ikut mendampingi Kelurahan Winongo (Poskeskel Kenanga Husada dan Posyandu Manggis menjadi titik pantau Klarifikasi Lapangan Penganugerahan Walikota Madiun sebagai Ksatria Bhakti Husada Aruntala dan Samkarya Purna Karya Nugraha 2015.

Dia juga mengantarkan Kelurahan Winongo dan Nambangan Kidul sebagai titik pantau tatanan Kota Sehat Tingkat Nasional (2015). Selain itu, dia ikut mengantarkan Kelurahan Winongo (Posyandu Manggis) sebagai juara 2 Lomba Pelaksanaan Kesatuan Gerak PKK-KB-Kesehatan Kategori Posyandu Tingkat Nasional 2014.

Hanya gate Keeper rumah Sakit

Pergeseran fungsi puskesmas sejak krisis 1998 melahirkan banyaknya rakyat miskin. Lalu muncul program pengaman sosial (JPS). Akibatnya, beban puskesmas lebih menonjol di bidang kuratif. Ini makin terlembaga saat pelaksanaan Jamkesmas dan JKN.

Akhirnya puskesmas menjadi klinik pengobatan, perpanjangan tangan rumah sakit (gate keeper). Untuk itu, banyak puskesmas yang berlomba menjadi tempat rawat inap.

Hal itu bisa menyebabkan puskesmas ”lupa” dengan jati dirinya sebagai penyelenggara upaya kesehatan masyarakat. Lupa bahwa puskesmas merupakan lembaga kesehatan perseorangan tingkat pertama yang lebih mengutamakan upaya  promotif dan preventif.

Kenangan di FKM Unair

Muchaiyan sejatinya mahasiswa S0 (kini, alih jalur). Meski demikian, dia mengaku memiliki banyak kenangan yang tak terlupakan. Setiap lulusan SMA sederajat pasti mempunyai keinginan untuk sekolah di perguruan tinggi terkenal. ”Saya berasal dari D-3 APK TS, tetapi saya tetap bangga,” katanya.

Muchaiyan menuturkan, di Unair ilmu, daya pikir, dan nalar diasah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan. Dari dosen pengajar yang mumpuni, lingkungan kampus yang asri, perpustakaan yang lengkap, laboratorium/bengkel yang tersedia menjadikan lulusan yang dipresiasi di tempat kerja.

Praktik performance, statistik, gizi, dll juga membuat alumnus FKM menjadi tujuan pertanyaan banyak kolega di tempat kerja. ”Menurut saya naif bila alumni FKM Unair tidak menonjol di tempat kerja,” tegas Muchaiyan memuji almamater FKM.

Sumber : Buku Jejak Langkah Ksatria Airlangga

Tags :