Dua Dunia Berbeda Sang Profesor Thursday, 23 November 2017 09:01

Bagi orang kebanyakan, profesi seringkali dijalani dalam satu dunia tertentu. Misalnya, seorang dosen atau peneliti. Dia akan sangat fokus hingga meraih banyak pencapaian di dunia akademik. Begitu juga seorang pengusaha yang terus meniti karir di dunia bisnis.

Namun, tidak demikian halnya dengan Wahono Sumaryono. Dia mampu sukses di dua dunia sekaligus. Di dunia akademik, dia adalah rektor Universitas Pancasila, Jakarta. Di dunia bisnis, dia masih menjabat sebagai komisaris PT Kimia Farma. Bahkan jabatan tersebut diperpanjang untuk dua periode.

Padahal, di bidang akademik prestasinya tidak kalah mentereng. Selain memimpin kampus di Jakarta Selatan tersebut, Wahono adalah co promotor di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Indonesia (UI). Total sudah 17 doktor dia promosikan. Tujuh doktor  di UI dan lima doktor masing-masing di ITS dan IPB.

Tak cukup sampai di situ, dia juga adalah dosen luar biasa di almamaternya, Universitas Airlangga (Unair). Meski untuk mengajar di kampus tersebut dia harus mengelola waktu dengan memampatkan jadwal kuliah dalam satu pekan. Tapi bagi Wahono, mengajar di Unair selalu spesial. Sebab, dia menganggapnya sebagai balas jasa telah mengantarkannya hingga menjadi sosok seperti sekarang.

Ya, Wahono meraih hampir segalanya setelah lulus dari Jurusan Farmasi Unair pada 1980 dan bergelar apoteker setahun kemudian. Setelah lulus dari kampus di Kota pahlawan tersebut, di tahun yang sama lelaki kelahiran Solo tersebut diterima di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).  Saat itu, posisi kepala BPPT dijabat B.J. Habibie.

Tiga tahun setelah masuk BPPT, Wahono mendapat kesempatan untuk training ke Jepang. Di negeri matahari terbit itu, bapak dua putra tersebut belajar aplikasi radiasi untuk medis dan biologis. Tak cukup sampai Jepang, dua tahun kemudian Wahono hijrah ke Jerman. Dia menerima beasiswa overship fellowship, sebuah program pinjaman pemerintah Indonesia dari Bank Dunia.

Kepergian ke Jerman kali ini lebih lama. Empat tahun. Mulai Mei 1986 sampai Mei 1990. Kembali ke Jakarta, Wahono punya keinginan untuk membagi ilmunya. Dia lantas mendaftar sebagai dosen tidak tetap di Universitas Pancasila.

Meskipun demikian, kegiatan belajar mengajar yang dia ampu di kampus tersebut tak membuat pekerjaannya di BPPT terbengkalai. Pada 1992 sampai 1998 dia ditunjuk sebagai Kepala Sub Direktorat Teknologi Farmasi dan Medika. Pada 1998, Wahono kembali mendapat promosi untuk menjabat Direktur Teknologi Farmasi dan Medika.

Karir Wahono terus meroket hingga dia diangkat sebagai Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi. Dia menjadi bos untuk enam direktur di bawahnya. Dari sinilah karir Wahono di BUMN mulai dirintis.

Sejak Mei 2001, Wahono ditunjuk menristek/kepala BPPT saat itu untuk menjadi komisaris di PT PAL. Periode pertama berlangsung sepanjang 2001-2006. Jabatannya diperpanjang mulai 2006 hingga 2011. Selesai dari PT PAL, di tahun yang sama Wahono menyeberang ke PT Kimia Farma. Jabatannya masih sama, komisaris. Posisi itu dia emban hingga sekarang.  

Karena sejak 2010 tidak lagi menjabat di BPPT, Wahono menempuh karir sebagai peneliti. Pada 2007, dia ditahbiskan sebagai guru besar kimia bahan alam. Di saat dia menjadi komisaris di PT PAL, Wahono terpilih sebagai Dekan Farmasi Universitas Pancasila.

Karir di kampus juga ikut menanjak. Sejak 17 Maret 2014, dia terpilih sebagai orang nomor satu di kampus yang berpusat di Jagakarsa, Jakarta Selatan tersebut. Menurut Wahono, rahasia kesuksesannya tidak rumit. Dia hanya meyakini satu hal: dimanapun seseorang berkiprah, selalu berikan yang terbaik. Prinsip kuat tersebut lah yang mengantarkannya meraih segala prestasinya.

Sumber : Buku Jejak Langkah Ksatria Airlangga

Tags :