Perempuan Harus Jadi Lokomotif Sukses Family Oriented Monday, 27 November 2017 03:07

Beberapa dekade silam Indonesia dinilai sebagai bangsa yang ramah dan mengedepankan adat ketimuran. namun, belakangan perpecahan di berbagai sektor mulai mengancam. Kekerasan selalu menjadi jalan keluar. Ditinjau dari ilmu perilaku, bidang yang didalami Prof. Dr. Hj. Rika Subarniati Triyoga, dr., SKM, masalah terbesar bangsa ini sekarang adalah hilangnya karakter.

Solusinya, menurut istri Trijogo Soewondo itu, adalah mengedepankan family oriented. Sudah saatnya di masyarakat bukan berbicara tentang aku atau kamu, tetapi kita sebagai keluarga. Kalau tujuannya untuk keluarga, pasti diusahakan yang terbaik.

Perempuan harus bisa menjadi lokomotif dalam kesuksesan program family oriented di berbagai lini kehidupan. Itu tidak lepas dari sisi feminin kaum hawa yang memiliki rasa asih, asah, dan asuh. Agar semakin maksimal memberikan pengaruh, kaum perempuan tentu harus berpendidikan. Sebab, behavior adalah knowledge plus practicing. Dia selalu menyuarakan agar bangsa ini cerdas. Untuk itu cerdaskan dulu kaum perempuan.  

Ketika kuliah, Prof. Rika mengambil jurusan kedokteran. Namun, darah mengajarnya lebih kental. Hal itu tak lepas dari profesi ibunya sebagai guru TK.

Prof. Rika masih ingat betul ketika suatu siang berbuat salah. Dia harus menjalani setrap di sebelah jendela rumah. Dia baru boleh duduk lagi jika bisa mengarang cerita tentang apa saja yang dilihatnya di luar jendela itu.

Ternyata, hukuman itu menjadi kesenangan. Dia mendapatkan uang jajan karena bisa mengarang bagus. Dari situlah perempuan yang tetap enerjik di usia 75 tahun itu paham cara memberikan pendidikan yang baik untuk anak. Pemberian reward dan punishment merupakan hal yang absolut. Hal ini berkaitan dengan membangun karakter bangsa. Sesuatu yang kini sulit ditemui.

Karena alasan itu pula, nenek tiga cucu itu langsung mengiyakan tawaran almamaternya saat diminta menjadi dosen setelah lulus pada 1971. Pekerjaan itu dia rangkap dengan tanggung jawabnya di bidang kesehatan masyarakat sebagai kepala Puskesmas Semampir Surabaya.

Tiga tahun berjalan beriringan, pada 1974, Rika mantap untuk fokus mengembangkan karir dan mengabdikan diri di dunia pendidikan. Pilihannya tak salah. Lewat tangan dinginnya, Rika mampu memberikan kontribusi positif bagi Fakultas Kedokteran unair.

Tak heran, saat Fakultas Kesehatan Masyarakat resmi terpisah dari FK, Rika dipilih sebagai dekan pertama di fakultas tersebut. enam tahun memimpin fakultas baru itu, Rika benar-benar menunjukkan kapasitasnya sebagai pemimpin. Dia  berhasil memberikan akreditasi A dan melahirkan lulusan yang berkualitas serta berguna bagi bangsa.

Menjunjung Tinggi Kebersamaan

Filosofi utama yang selalu dipegang teguh Prof. Rika adalah menjunjung tinggi kebersamaan, keterbukaan, dan rasa ingin melayani. Itu dia terapkan di setiap jenjang karir yang dilewati. Selain pernah menjabat dekan pertama di FKM, Rika dipercaya menjadi ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (YARSIS) pada 2007–2010.  

Bukan hanya itu. sejak 2012 hingga kini Guru Besar Luar Biasa Unair itu juga menjabat kepala Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat FK Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS).

Ada satu tradisi yang sejak dulu dia terapkan dalam berkarir. Ketika berulang tahun, apa pun amanah yang dia emban, Rika selalu mengumpulkan timnya, baik dosen maupun staf administrasi. Di momen itu Rika menanyakan apa yang kurang pada dirinya dalam memimpin. Menurut dia, siapa yang mengkritik paling keras, dialah sesungguhnya teman terbaik.

Bagi Rika, Unair bukan lagi sekadar kampus. Tetapi, sudah rumah kedua. ini bisa dimaklumi. Lebih dari separo perjalanan usianya dihabiskan di kampus tersebut.

Karena itu, ketika dilontarkan pertanyaan, sanggupkah Unair masuk dalam 500 perguruan tinggi terbaik di dunia, dengan tegas Prof. Rika menjawab bisa!

Dengan usaha segenap civitas kampus, hal itu tentu bisa diwujudkan. ”Yang penting saling mengerti dan men-support,” sarannya. semua pihak, mulai rektor, dosen, mahasiswa, sampai staf harus bisa mengekplorasi kreativitas. Dia berpesan, jika tujuan sudah tercapai, jangan ada klaim pribadi. Anggap ini semua menjadi karya bersama.

Sumber : Buku Jejak Langkah Ksatria Airlangga

Tags :