Wujudkan Keamanan Bagi Pengguna Kosmetik Wednesday, 10 January 2018 04:16

 

Wajah mulus dan putih kini menjadi dambaan setiap wanita. Berbagai cara dilakukan oleh wanita untuk memenuhi keinginannya tersebut, termasuk dengan menggunakan  krim wajah tanpa ijin BPOM. Padahal kandungan berbahaya seperti merkuri dan hidrokuinon bisa saja ada di dalam krim tersebut. Alih-alih terlihat lebih cantik dan putih, seseorang bisa saja mengalami penyakit kulit seperti gatal-gatal.

Berawal dari banyaknya krim wajah yang dijual bebas di masyarakat, ide Nonikit pun muncul. Usaha ini diawali dengan penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 tentang kandungan hidrokuinon di dalam kosmetik. Penelitian ini dilakukan oleh Nilam dan tiga orang lainnya dalam bentuk tim. Keempat orang ini memiliki peran yang berbeda-beda dalam pengembangan dan pemasaran produk. Sejauh ini, Nilam dan kawan-kawan sudah memiliki dua karyawan yang biasa membantu mereka dalam memasukkan larutan ke botol Nonikit.

Meskipun bisa dibilang tidak memiliki basic dan pengalaman dalam dunia usaha dan pemasaran, Nilam tak lantas menjalankan usaha ini apa adanya. Usaha yang sudah dimulai dari tahun 2015 ini malah menjadi lahan untuk belajar dan mencari pengalaman berbisnis. “Walau pengalaman berbisnis masih kurang, jangan takut untuk mencoba. Karena pengalaman tersebut akan kita dapatkan dalam proses pembentukan bisnis kita. Jadi saya belajar sekaligus mencari pengalaman,” ungkapnya. Nilam sangat yakin bahwa produknya berguna dan bisa laku di pasaran karena test kist hidrokuinon masih belum ada di Indonesia, terbukti, ia dan tim mematenkan Nonikit.

Pada gelaran Pimnas yang diadakan di Bogor, ada seorang pemilik perusahaan kosmetik yang sedang mencari produk yang bisa membantunya dalam pembuatan kosmetik yang aman bagi konsumen dan mengajak bekerja sama.

Selain kerjasama dengan pihak lain, Nonikit memasarkan produknya melalui instagram, media sosial. Produk ini  dibanderol dengan harga eceran yaitu tiga puluh lima ribu rupiah, akan tetapi konsumen juga bisa membeli dengan harga grosir. Dari penjualan Nonikit, Nilam dan tim bisa memiliki omzet sebesar delapan sampai sepuluh juta rupiah perbulan. Sungguh, penelitian yang berbuah manis dan tentunya berguna tak hanya bagi konsumen saja, namun juga bagi produsennya.

Tak selalu berjalan lancar, Nilam pernah mengalami kendala dalam menjalankan usahanya. Pada tahun 2016, ada seorang konsumen yang berencana akan melaporkan Nonikit kepada pihak yang berwajib karena menunjukkan hasil positif hidrokuinon dalam jumlah tertentu pada krim dari dokter bernomor BPOM yang ia gunakan. Meski begitu, Nilam tidak putus asa dalam membangun dan mempertahankan produknya. Di tahun 2017, ia mendapat sejumlah prestasi yang diberikan oleh DIKTI sebagai mahasiswa yang melakukan wirausaha dengan pendanaan sesuai kontrak oleh DIKTI.

Selanjutnya, Nilam memiliki rencana yang ingin ia realisasikan dalam jangka pendek yaitu memiliki reseller dan distributor di setiap daerah untuk memudahkannya dalam memasarkan Nonikit. Tak hanya itu, Nilam juga berharap anak-anak kimia bisa mengembangkan test kit selain uji hidrokuinon yang kelak juga bisa dipasarkan. (intan)

Sumber: Jejak Entrepreneur Universitas Airlangga

Tags :