Melestarikan Budaya dengan Berinovasi Menjadi Galuh Surabayan Friday, 12 January 2018 03:50

Galuh Surabayan adalah produsen kain batik ikat jumputan bermotif khas Surabaya atau kain ikat kontemporer atau sejenis ikat jumput dengan metode pengerjaan terbaru milik seorang alumni Sastra Indonesia Universitas Airlangga, Heppy Kurnia Putri. Kain ini memiliki warna – warna yang lebih bagus dan muda. Saat ini produk yang dijual meliputi kain dan baju. Hingga saat ini omsetnya sudah mencapai kurang lebih ratusan juta rupiah per tahunnya dari hasil penjualan 8-9 juta per bulan dan 15-20 juta per pameran yang diikuti, dan sudah memiliki 8 karyawan yang semuanya adalah warga kampungnya, RW V Kapasari Surabaya.

Heppy Kurnia Putri dulunya bercita – cita bekerja di perusahaan BUMN namun sekarang dia sudah nyaman dengan status sociopreneurnya. Tujuan utama seorang entrepreneur adalah menciptakan lapangan kerja bagi orang lain, namun baginya seorang sociopreneur harus lebih dari itu. Baginya, sociopreneur harus peduli dan mengutamakan kesejahteraan orang – orang disekitarnya tanpa mengharap keuntungan besar yang akan diperoleh. Berawal dari kesadarannya untuk merubah mindset warga kampung tempat ia tinggal, RW V Kapasari Surabaya, Heppy mampu menjadi seorang sociopreneur di lingkungannya. Waktu saya kecil, bapak – bapak di kampung saya mempunyai hobby judi dan ngadu doro (burung merpati). Tapi Alhamdulillah sekarang kampung saya sudah berubah kondisinya 90 derajat,” ceritanya.

Brand batik miliknya, Galuh Surabayan, yang dulunya bernama batik Ujung Galuh, telah memberi lapangan pekerjaan khususnya ibu – ibu warga RW V Kapasari. Alasan Heppy mendirikan usaha ini sebenarnya sangat simple, yakni tidak mendapat pekerjaan yang cocok. Bermula dari pelatihan membuat batik ikat yang diikutinya, ia mencoba mencari peluang dari hasil batiknya. Awal berusaha, ia tak langsung mendapat respon yang baik dari teman-temannya, karena memang batik pertama yang ia hasilkan seperti batik ikat yang biasa dijual. Namun semangat Heppy tak berhenti disitu, ia pun terus mencari apa yang kira – kira bisa membedakan kain batiknya dengan kain batik ikat biasa.

Kemudian Heppy mencoba untuk mengganti warna batik dengan warna yang lebih muda seperti warna pastel, lavender, pink, dan tosca. Motif yang dibuatnya pun harus berbeda, maka dari itu ia memilih menggunakan motif khas yang terinspirasi dari kota Surabaya seperti motif kembang jepun. Setelah percobaan kedua, ia menawarkan lagi hasil batiknya kepada teman-temannya, dan kali ini teman temannya suka dengan batik ikat yang dibuatnya. Akhirnya Heppy pun berani untuk menjual batik ikatnya ke pasaran bahkan dengan harga yang sangat terjangkau. Setelah berhasil menembus pasaran heppy mulai mengikuti pameran – pameran dan bergabung dengan Dinas Koperasi dan UMKM Kota Surabaya.       

Dari situlah batik buatannya mulai dikenal banyak orang, hingga orang nomor satu kota Surabaya, Tri Risma Harini (walikota Surabaya), saat event Pahlawan Ekonomi di Surabaya. Momen yang paling diingatnya adalah ketika ia mengikuti pameran INACRAFT di Jakarta. “Karena saya juga kan orang baru, jadi saya hanya bawa 300 kain ke Jakarta. Ternyata antusiasme disana sangat besar. 300 kain yang saya bawa bisa habis dalam waktu sehari aja, padahal pamerannya masih ada dua hari lagi” ceritanya. Di sana, Heppy bercerita jika ia juga berjumpa dengan Ibu Mufidah Jusuf Kalla.

Selain berbisnis, Heppy juga memberikan pelatihan pada warga kampungnya untuk terus berinovasi agar mereka bisa berkembang. Pelatihan yang ia beri seperti pelatihan membuat batik, membuat kue brownies untuk ibu-ibu dan cara memasarkannya, melatih anak karang taruna memiliki usaha mandiri, bahkan kini ia sedang menekuni aktivitas barunya yakni memberikan les gratis untuk anak – anak di kampungnya. Heppy memberikan seragam batik kepada murid-muridnya yang ikut les. “Ternyata ngelihat orang lain bahagia itu juga membahagiakan,” jelas Heppy.

Sosok sociopreneur yang low profile ini bisa dibilang sudah membawa perubahan untuk orang – orang sekitarnya. Dari ibu – ibu yang dulunya hanya di rumah sekarang mereka bisa produktif dan menghasilkan uang. Dari anak – anak yang dulunya hanya suka bermain dan tidak peduli pada pendidikan, kini mereka suka belajar. Dari bapak – bapak yang dulunya suka ngadu doro kini mereka sudah berhenti dan senang melihat istri dan anaknya tak hanya berdiam diri dirumah. Untuk ke depannya, heppy ingin mengembangkan usahanya dengan membuat produk baju batik untuk anak – anak kecil. Idenya itu terinspirasi dari kesibukannya sekarang yang senang mengajar anak anak kecil dikampungnya secara gratis. Tentunya, untuk mengambangkan ide tersebut Heppy harus berinovasi dan tetap mencari peluang agar usahanya tetap berkembang dan laku di pasaran. Inovasi tersebut harus dibarengi dengan motivasi dari diri sendiri untuk selalu menjadi yang lebih baik. “Kalau saya dulu motivasinya adalah gimana caranya agar isi dompet saya harus lebih banyak dari isi dompet ayah saya yang hanya seorang buruh.” jelasnya. (put)

 

Sumber: Jejak Entrepreneur Universitas Airlangga

Tags :