PEMANDANGAN tidak biasa terjadi di halaman gedung Airlangga Convention Center (ACC), Sabtu (8/9) lalu. Ditengah kerumunan ratusan wisudawan yang melakukan absen untuk mengikuti wisuda, melajulah seseorang dengan sepeda anginnya membelah kerumunan itu. Setelah terlihat dari dekat, barulah tahu bahwa seseorang tadi adalah salah seorang pimpinan yaitu Karnaji, S.Sos., M.Si., Direktur Sarana Prasarana dan Lingkungan (SPL) Universitas Airlangga.
”Ini tadi nggowes sejauh 29 Km,” kata alumni FISIP UNAIR ini sambil menunjukkan layar HP yang memperlihatkan aplikasi pencatat jarak tempuh yang ia jalani. ”Ini tadi saya mandi dulu, ganti baju, baru kesini,” lanjutnya di halaman ACC kepada unair.news. Ia lalu melipat sepeda angin itu dan memasukkannya ke dalam mobilnya yang diparkir di garasi.
Apa yang dilakukan Pak Ji, panggilan akrab Karnaji S.Sos., M.Si, itu membuktikan seperti yang pernah dikatakan bahwa ada acara besar apapun di kampus, tidak mengubah jadwalnya nggowes, setiap hari Selasa, Rabu dan Jumat pagi. Jadi dalam sepekan hari dinas, setidaknya tiga kali Direktur SPL UNAIR ini nggowes (naik sepeda angin) dari rumahnya di Bukit Mas, Lidah Wetan Surabaya hingga ke kampus C UNAIR Jl. Mulyorejo, Surabaya Timur.
Di lingkungan sivitas UNAIR, sepertinya rutinitas dosen FISIP ini masih satu-satunya. Artinya yang berangkat bekerja dengan gowes secara rutin selama tiga hari kerja. Diluar tiga hari itu, yakni Senin dan Kamis, Cak Karnaji, sebutan para alumni UNAIR, ia libur goweskarena untuk berpuasa.
”Motivasi saya ya ingin sehat dan bugar saja,” katanya ketika disinggung motivasinya. Rutinitasnya sudah terjadwal dinamis dalam keseharian aktivitasnya. Karena itu setiap akan nggowes tak sampai harus menyiapkan perlengkapan secara ekstra. Berangkat dari rumahnya rata-rata pukul 05.00. Sampai di kampus B atau kampus C rata-rata pukul 06.00, saat kebanyakan mahasiswa/karyawan belum pada datang, kecuali petugas cleaning service.
”Sehari sebelum waktunya nggowes, baju kerja sudah siap di kantor. Kalau harus mengajar dulu di kampus B, baju saya titipkan isteri saat berangkat ngantor, lalu dia antar ke kampus,” katanya.
Jadi ketika esok pagi akan sepedahan, petang/sore hari sebelumnya Pak Ji memarkir mobilnya di garasi kantor. Pulangnya dijemput isteri. Ketika harinya nggowes (Selasa, Rabu, Jumat), pagi setiba di kantor, tak jarang sambil istirahat dan masih berkostum nggowes, ia melihat-lihat pekerjaan outdoor yang sedang digarap. Misalnya taman, meninjau lingkungan, sanitasi, penghijauan kampus, dsb.
Setelah mandi dan ber berganti baju, baru ia mengambil mobil di garasi. Sedangkan saat menjelang pulang, sepeda anginnya dilipat dan dimasukkan dalam mobilnya dan dibawa ke rumah untuk nggowes esok lusa.
”Jadi mandi di kantor bagi saya sudah biasa,” kata bapak dua puteri ini yang mengaku absen nggowes hanya ketika sedang tugas keluar kota. Saat di kantor ada acara besar pun (rapim, wisuda, pengukuhan guru besar), ia tetap nggenjot sepeda angin dari rumahnya.
Situasi menyenangkan saat nggowes ia sempatkan untuk ”wisata kuliner” diantara rute-rute yang ditempuh. Apalagi tempat-tempat kuliner itu cocok dengan menu favoritnya: sego pecel pincuk. Jika rutenya ke kantor, yang disinggahi kalau tidak pecel Jl. Dharmawangsa (selepas perempatan menuju arah Pucang) atau Pecel Mbak Ning Jl. Kertajaya (seberang Samsat). Disitulah Pak Ji makan pagi.
”Teka ndik warung kadang jek keisuken. Kadang ya melok angkat-angkat nyiapno dagangan, cek ndang beres, gek ndang sarapan,” katanya saat di Pecel Dharmawangsa.
Mengulang Masa Sekolah
Baginya, kebiasaan sepedahan itu bukan hal baru. Saat dulu masih SMP dan SMAN 2 Jombang, Karnaji remaja setiap hari sudah ngonthel dari rumahnya di Desa Megaluh hingga sekolahnya di tengah kota, sejauh 14 Km. Jadi pergi-pulang (PP) 28 Km.
Khusus hari Selasa, Rabu dan Jumat, ia melahap jarak 56 Km (2 x PP). Karena pada hari-hari itu ia mengikuti ekstra kurikuler Pramuka, PMR (Palang Merah Remaja), dan pecinta alam. Jadi selesai sekolah jam 13.00 ia pulang untuk makan siang. Menjelang sore kembali ke sekolah untuk ikut kegiatan ekstra, sampai petang dan baru pulang.
Diluar tiga hari itu, Senin dan Kamis, Karnaji remaja sudah rajin puasa. Saat puasa inilah ia hanya menempuh sekali PP (28 km). Bahkan selepas jam sekolah ia tak langsung pulang. Istirahat di Masjid Jami’ Jombang. Baru setelah adhem sehabis Asyar ia kayuh sepedanya pulang ke Megaluh. Jika dirata-rata, setiap nggowes ia melahap jarak tempuh 25 km, malah kadang sampai 30 Km.
”Jadi yang sekarang ini mengulang kebiasaan saya saat sekolah dulu,” katanya. Tetapi hari Sabtu, lanjutnya, ia nggowes bersama komunitas Freedom Cycling Club. Rutenya agak jauh: Sidoarjo, Krian, Wonoayu, Legundi, dsb. Bahkan 28 April hingga 1 Mei 2018 lalu Pak Ji dan komunitasnya itu nggowes di Bali, menempuh Denpasar-Kintamani (95 km) dan Denpasar-Bedugul (96 km).
Direktur SPL UNAIR ini menambahkan, kambuhnya kebiasaan bersepeda itu berawal sejak rapim di Taman Dayu (Pasuruan) tahun 2016. Beberapa peserta sepakat membawa sepeda. Diantaranya Dr. Muh. Madyan (Wakil Rektor II), Iman Prihandono, Ph.D (Sekretaris Senat), Drs. Eko Supeno M.Si (Direktur SI – saat itu), dan Prof. Budi Santoso (Wadek II FK). Pada saat bersepeda bersama itulah Eko Supeno mengomentari gaya Karnaji mengayuh sepedanya.
”Ndelok gayamu nggowes, ketoke riko iku kuat sepedaan,” kata Cak Eko Supeno. ”Gak kuat ya opo, biyen nem taun meh saben dino nempuh 56 km,” jawab Karnaji.
Seminggu berikutnya Karnaji mengulang rindunya bersepedahan itu menempuk jarak dekat saja di sekitar rumahnya. Ia tidak merasa capek. Sejak itulah setiap Jumat ia nggowes. Lalu membeli sepeda baru yang bisa dipasangi tas untuk bekal baju dsb. Mulailah kegandrungannya pada nggowes menyala kembali.
Bersama komunitas “Freedom” tadi, Ia ikut nggowes di hari Sabtu-Minggu saja, karena klub itu melakukannya setiap hari dengan rute-rute lokal seperti Kenjeran, Suramadu, Taman Bungkul, dsb. Sedangkan hari Minggu agak jauh, misal ke Pacet, Pandaan, dsb.
Tidak jenuh? ”Malah ngangeni. Apalagi kalau ketemu orang-orang se-hoby, tambah seneng,” katanya seraya menambahkan bahwa isteri dan anaknya mengijinkan sekaligus dengan doa-doanya. Terkadang saja anggota keluarga merasa was-was, khususnya soal keselamatan di jalanan.
”Kalau saya sih sambil nggenjot sepeda itu ya solawatan (Shalawat Nabi – red) saja. Terpenting tetap fokus, mematuhi jalur dan rambu lalu lintas dan selalu waspada, terutama saat akan menyeberang.”
Pernahkah sepedanya gembos? ”Berkali-kali. Tetapi yang menuju kantor, belum pernah,” jawabnya. Untuk itu ada beberapa solusi. Jika kempesnya di tempat jauh dan tak ada kendaraan, ia menelepon anggota keluarga dan minta dijemput. Atau pulang naik taksi. Tetapi kalau bisa diatasi, misalnya ban bocor, ia selalu membawa ban dalam cadangan dan alatnya. Jadi diperbaiki sendiri.
”Saya tidak pernah membawa ke tukang tambal, biasanya mereka tidak punya alatnya yang khusus. Kalau dipaksa malah bisa merusak velg. Jadi lebih baik pulang naik taksi,” katanya.
Itulah gaya hidup sehat Karnaji, S.Sos., M.Si., Direktur Sarana Prasarana dan Lingkungan Universitas Airlangga. Siapa menyusul nggowes ke kantor?