Sarjana Pertama di Desa Terpecil Lamongan Wednesday, 19 February 2020 02:46

Moch Nurhasim, biasa disebut Nur di waktu kecil. Alumni FISIP Unair ini lahir pada 14 Juli 1972 dari pasangan keluarga sederhana di Desa Gelap, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Desa Gelap dan terpencil di Kecamatan Laren, di dekat hutan jati dan kawasan areal pertanian yang luas di Lamongan.

Mengenyam pendidikan bukanlah hal yang mudah bagi Nurhasim. Ia butuh keberanian. Sebagian besar masyarakat di desa tempat Nurhasim lahir tidak menjadikan pendidikan sebagai orientasi utama, pendidikan tidaklah penting.

Kondisi itu tidak begitu dirasakannya, walau akses sekolah tidak mudah diperolehnya. Ia masuk SD Negeri Dateng, SD Inpres di sebelah desanya, karena sekolah yang sama di desanya belum bisa mengadakan ujian negara.

Nurhasim menamatkan Sekolah Dasar (SD) pada 1984. Pada tahun yang sama, Ia melanjutkan ke SMP Negeri Babat. Setelah lulus SMP, Nurhasim awalnya akan masuk Akademi Perawat di Bunder-Gresik tetapi dibatalkan.

Lantas pilihannya jatuh di SMA Negeri 2 Lamongan dan lulus 1991. Setelah lulus SMA, Hasim sapaannya, mengikuti UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Ia diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga Surabaya, pada 1991.

 

Honor Menulis Artikel untuk Biaya Hidup

Hasim sejak masuk di FISIP Unair adalah mahasiswa yang aktif. Sejak awal masuk sudah aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FISIP Airlangga. Bahkan sempat menjadi ketua umum.

Selain aktif di organisasi ekstra kampus, Hasim juga aktif sebagai aktivis intra kampus di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP. Jabatan Ketua Senat Mahasiswa FISIP disandangnya untuk periode 1994-1995. Pengalaman sebagai aktivis organisasi intra dan ekstra kampus di Unair adalah pengalaman berharga yang tak ternilai. Juga tak tergantikan.

Selama kuliah, anak desa ini aktif dalam berbagai kegiatan riset, sebagai enumerator riset yang dilakukan dosen dan lembaga penelitian, termasuk survei yang diadakan Koran Surabaya Post dan Jawa Pos.

Ia juga rajin ikut kursus jurnalistik yang diselenggarakan berbagai kalangan. Kegermarannya dalam tulis menulis dituangkannya dalam Kolom Mahasiswa Jawa Pos. Honor menulisnya dan beasiswa yang diterimanya menjadi sumber utama penopang biaya hidup selama di Surabaya hingga menamatkan kuliah S1-nya.

Kelulusannya telah mengantarkannya sebagai sarjana pertama di desanya. Hal yang paling mengesankan selama kuliah ialah ada kesempatan untuk menikmati fasilitas pendidikan di Unair apalagi beberapa beasiswa diperolehnya selama menjalani waktu studi. Belajar sekaligus menjadi aktivis adalah pengalaman berharga yang kesempatannya tidak mungkin dapat diulang.

Sebagai sarjana pertama di desanya bukanlah sebuah kebanggaan tetapi beban yang harus disandangnya. Hal Itu karena orientasi masyarakat yang menempatkan pendidikan tidak selayaknya, akibat kesadaran masyarakat yang masih rendah, memandang sebelah mata pendidikan.

 

Koresponden Tabloid Paron

Setelah lulus, Hasim menjadi koresponden Tabloid Paron untuk wilayah Jawa Timur. Tabloid Paron adalah tabloid nasional yang terbit mingguan. Salah satu investigasi awal yang cukup berkesan adalah masuk Rutan Medaeng untuk melakukan wawancara eksklusif dengan aktivis PRD, Dita Indah Sari.

Tidak mudah untuk menembus Medaeng pada waktu itu, karena beberapa media mainstream untuk bisa wawancara dengan Dita harus melalui Kodam V Brawijaya. Tetapi Hasim berhasil masuk ke Medaeng, melakukan wawancara eksklusif dengan bantuan teman-temannya dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Surabaya.

 

Ikut Teken Minta Pak Harto Mundur

Menjadi peneliti mungkin sudah suratan takdir. Pada waktu itu, Ia hanya mengadu untung melamar ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) karena tidak ada informasi lowongan sebagai peneliti. Selang beberapa lama ternyata ada lowongan untuk ikut tes di Jakarta. Masuk sebagai peneliti tahun 1997 dengan jenjang peneliti pertama relatif mulus dilaluinya.

Sebelum 100 persen menjadi CPNS, Hasim terlibat dalam penandatanganan surat penolakan kepada Soeharto agar mengundurkan diri sebagai Presiden pada 21 Januari 1998. Bersama-sama dengan 19 peneliti PPW-LIPI (sekarang P2P-LIP) mengeluarkan pernyataan keprihatinan agar ada pergantian kepemimpinan nasional di Indonesia. Tak ada pikiran akan kena sanksi, apalagi masih CPNS. Semuanya mengalir begitu saja, karena dalam prinsip hidupnya tak ada jalan kehidupan yang bisa dibengkokkan oleh manusia. Allah SWT telah mengatur segala derap langkah setiap anak Adam.

 

Ahli Peneliti Utama LIPI

Setelah hampir 21 tahun sebagai peneliti, Nurhasim saat ini menjadi Peneliti Ahli Utama IV/e di Pusat Penelitian Politik. Beberapa karya penelitian dan buku yang ditulis bersama-sama dengan koleganya di Pusat Penelitian Politik LIPI sudah banyak dihasilkan. Beberapa misalnya bertema militer, pemilu, partai, konflik, Aceh, dan Pilkada.

Selain aktif menulis buku, Ia juga aktif menulis kolom di beberapa media massa seperti Koran Jawa Pos, Koran Sindo, Koran Tempo, Republika, Koran Kompas, dan beberapa media lainnya.

Selama menjadi peneliti, tantangan terberat yang pernah dirasakannya ialah saat menjadi anggota tim asistensi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kerusuhan Mei 1998.

Tanggung jawab moral untuk mengungkap peristiwa besar kemanusiaan yang pernah terjadi merupakan pengalaman yang tak terbeli. Hasil TGPF dengan segala kekurangannya telah diserahkan oleh Komisi TGPF kepada Presiden BJ. Habibie.

Hal yang hampir sama dirasakannya saat menjadi Ketua Tim Asistensi, Tim Gabungan Pencarian Fakta Kekerasan di Aceh selama 1999-2002. Keluar masuk wilayah Aceh bersama tim Komisioner TGPF Aceh di Pidie, Aceh Utara, Banda Aceh pada saat konflik dan perang sedang berlangsung merupakan salah satu pengalaman yang tak bisa diulang. Demikian pula saat bersama rekan-rekan YLBHI Jakarta membangun tim gabungan untuk mengungkap kasus Semanggi I dan II yang penuh liku dan duri.

Selain aktif meneliti dan terlibat dalam berbagai tim pencarian fakta, Nurhasim pada 2010-2014 juga pernah menjadi Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Komunkasi. Salah satu tugasnya ialah menyusun naskah pidato Presiden bersama-sama dengan Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik (saat itu).

 

Profil Singkat

Nama               :  Moch. Nurhasim

Pekerjaan        : Peneliti pada Pusat Penelitian Politik-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Jabatan            :  Peneliti Utama IV/e di Pusat Penelitian Politik LIPI

Kegiatan Utama:   : 

  • Penelitian, mengajar di Pusat Bimbingan dan Pelatian (Pusbindiklat) LIPI
  • Pengembangan konsep pendampingan pembangunan desa melalui penerapan Desa Cerdas (Smart Village) serta terlibat berbagai penelitian dan perumusan kebijakan.

Pendidikan

  • S1 Jurusan Ilmu Politik FISIP Unair 1996
  • S2 dari Universitas Indonesia (UI) 2007
Tags :